Inflasi AS Melandai, Ini Sederet Dampaknya Buat Indonesia!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
11 August 2022 10:35
PERTEMUAN MENTERI KEUANGAN G20
Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

Inflasi terjadi di setiap negara, baik maju maupun berkembang. Gejala ekonomi ini tidak dapat dihilangkan. Karena itu, upaya-upaya yang dilakukan hanya sebatas mengurangi dan mengendalikan nilainya.

Dampak pertama, dari kenaikan harga minyak dunia. AS merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Saat ekonomi AS bergeliat, maka permintaan energi akan naik. Jadi wajar saja harga minyak ikut terungkit.

Pasca rilis data inflasi AS yang mulai melandai, harga minyak dunia langsung melesat. Ini merupakan sinyal negatif terutama bagi Indonesia. Artinya, harga bahan bakar minyak (BBM) akan ikut melonjak.

Diketahui, beberapa waktu lalu pemerintah memberikan pernyataan dan memastikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama yang bersubsidi pemerintah tidak akan mengalami kenaikan sampai akhir tahun 2022 ini. Apalagi saat ini harga minyak mentah dunia berangsur mengalami penurunan di bawah level US$ 100 per barel.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, subsidi dan kompensasi untuk energi yang mencapai Rp 502,4 triliun dipastikan akan menahan kenaikan harga hingga akhir tahun.

Inflasi yang mulai melandai kembali memberikan sinyal bagi AS bahwa mulai melangkah melewati masa-masa sulit. Alhasil, kekhawatiran terjadinya resesi akan mulai berkurang sehingga permintaan energi akan mulai meningkat seiring dengan perbaikan kondisi tersebut.

Dampak kedua, dari mata uang Tanah Air. Inflasi yang dinilai masih meninggi sulit mengangkat dolar AS. Akibatnya, Rupiah berhasil menguat. Kondisi ini tentunya juga menjadi katalis positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tanah Air.

Kabar inflasi yang lebih rendah dari perkiraan tersebut membuat indeks saham Wall Street menguat tajam semalam.

Indeks Dow Jones naik 1,63% sedangkan S&P 500 dan Nasdaq Composite melesat 2,13% dan 2,89% di saat yang sama.

Kenaikan tajam indeks saham Wall Street juga menjadi katalis positif untuk pasar saham Asia pagi ini. Mayoritas indeks saham bursa regional juga bergerak di zona hijau.

Indeks Hang Seng memimpin penguatan dengan apresiasi 1% lebih dan disusul oleh IHSG yang naik 0,7%.

Ketiga, Perlambatan laju inflasi membuat pasar makin yakin bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan sedikit mengerem laju pengetatan moneter. Sebab, selama ini kenaikan suku bunga acuan yang agresif dilakukan atas nama 'perang' melawan inflasi.

Kondisi yang sama terjadi di Indonesia, saat The Fed dinilai bisa mengerem laju pengetatan moneter, akan juga memberikan sinyal bahwa BI tetap akan menahan suku bunga acuan Tanah Air karena inflasi juga masih terjaga.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengemukakan cara pemerintah menjaga laju inflasi nasional agar tidak memicu kenaikan harga barang. Sehingga daya beli masyarakat terjaga dan ekonomi nasional bisa to the moon.

Berbicara dalam dialog Economic Update 2022, Suahasil mengemukakan sampai saat ini angka inflasi masih relatif terkendali di angka 4,9%, apalagi jika dibandingkan negara-negara tetangga yang mencatatkan inflasi yang lebih tinggi.

Suahasil mengemukakan beberapa negara lainnya memang terdampak dengan kenaikan harga komoditas di sektor energi. Namun bagi Indonesia, ada beberapa komponen energi yang harganya masih diatur oleh pemerintah seperti tarif listrik, LPG, hingga harga bahan bakar minyak (BBM).

Keempat, jika inflasi AS masih meninggi akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor untuk tujuan AS. Ekspor akan terganggu seiring dengan turunnya daya beli atau konsumsi rumah tangga, sehingga mempengaruhi permintaan barang-barang yang ada di Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/luc)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular