Rusia Gerah Nuklir AS di Eropa & Asia-Pasifik, Mau Dirudal?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia menyatakan keresahannya terhadap keberadaan senjata nuklir Amerika Serikat (AS) di beberapa wilayah dunia seperti Eropa dan Asia-Pasifik. Hal ini diutarakan saat AS dan negara itu sedang bersitegang terkait serangan Moskow ke Ukraina.
Dalam forum Konferensi PBB tentang nonproliferasi nuklir di New York, kemarin, Rusia mengatakan manuver AS itu telah memancing terjadinya konflik nuklir. Negeri Beruang Putih itu juga menyoroti persetujuan anggota-anggota aliansi pertahanan NATO di Eropa agar senjata nuklir AS ditempatkan di wilayahnya.
"NATO secara terbuka menyatakan dirinya sebagai aliansi nuklir. Ada senjata nuklir AS di wilayah negara-negara sekutu non-nuklir di blok itu," kata Igor Vishnevetsky, wakil direktur nonproliferasi dan kontrol senjata di Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip Russia Today, Rabu (10/8/2022).
Vishnevetsky menambahkan bahwa langkah AS itu juga telah melanggar Pasal I dan II nonproliferasi nuklir internasional. Ia meminta agar Washington segera menarik senjata nuklirnya dari wilayah Benua Biru.
"Tindakan semacam itu tidak hanya terus menjadi faktor signifikan yang secara negatif mempengaruhi keamanan internasional dan Eropa, tetapi juga meningkatkan risiko konflik nuklir dan umumnya bertindak sebagai rem upaya di bidang perlucutan senjata nuklir," tambahnya.
"Posisi Moskow adalah bahwa senjata nuklir AS harus ditarik ke wilayah nasional, infrastruktur untuk penyebaran mereka di Eropa harus dihilangkan, dan 'misi nuklir bersama' NATO harus dihentikan," terangnya lagi.
Angkatan Udara AS saat ini memiliki sekitar 150 bom nuklir di pangkalan NATO di Eropa. Senjata berbahaya itu disimpan di pangkalan-pangkalan di Italia, Jerman, Turki, Belgia dan Belanda.
Selain Eropa, Rusia juga menyinggung aliansi AS, Inggris, dan Australia atau AUKUS. Pasalnya, aliansi itu memungkinkan Australia untuk menerima kapal selam nuklir dari Washington dan London.
"Kemitraan ini menciptakan prasyarat untuk dimulainya perlombaan senjata baru di kawasan Asia-Pasifik," kata Vishnevetsky lagi.
Lebih lanjut, Rusia juga membantah pernyataan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang telah menyebut manuver Moskow yang ugal-ugalan dalam mengembangkan Nuklir. Diplomat Rusia Andrey Belousov menjawab bahwa Moskow menempatkan pasukan nuklirnya dalam siaga untuk mencegah agresi NATO.
"Konflik di Ukraina tidak naik ke ambang nuklir Rusia," terangnya.
AS dan Rusia merupakan dua negara yang memiliki hulu ledak nuklir terbanyak di dunia. Dalam data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Rusia diketahui memegang 6.255 unit silo nuklir sementara AS memiliki 5.550 unit.
Ketegangan antara keduanya sendiri meruncing akibat langkah Rusia menyerang Ukraina. Washington berpandangan bahwa manuver itu ilegal dan telah menjatuhkan tekanan berupa sanksi ekonomi dan keuangan terhadap Moskow.
(sef/sef)