Alert! Ada Ancaman Ekstrem Menghadang Ketahanan Pangan RI

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Senin, 08/08/2022 11:05 WIB
Foto: Petani padi nemanen tanamannya di Kawasan Rototan, Jakarta Utara, Jumat (5/7/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Krisianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, dampak perubahan iklim kini semakin nyata dan serius. Dan menjadi ancaman bagi Indonesia.

"Perubahan iklim berada pada batas kondisi kritis dan akan jadi tantangan besar bagi Indonesia," kata Dwi Korita saat pembukaan Rakornas BMKG 2022 "Peran Info BMKG Dalam Mendukung Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Nasional ditayangkan Youtube Info BMKG, Senin (8/8/2022).

"Laju kenaikan suhu dalam 42 tahun terakhir rata-rata mencapai 0,02-0,443 derajat Celcius per dekade di wilayah Indonesia. Tertinggi mencapai 0,47 derajat Celcius per dekade di Kalimantan Timur," tambahnya.


Kenaikan suhu udara permukaan global mencapai 1,1 derajat Celcius dibandingkan masa praindustri.

BMKG, ujarnya, menganalisis dan memproyeksikan suhu udara pada akhir abad-21 bisa dapat mencapai 3 derajat Celcius di seluruh kota besar di Indonesia. Jika Indonesia tidak berhasil melakukan mitigasi perubahan iklim.

"BMKG juga mencatat semakin hangat dan meningkatnya suhu muka air laut di perairan Indonesia, hingga mencapai 29 derajat Celcius pada saat terjadi La Nina Moderat dan badai tropis hujan," kata Dwi Korita.

Selain itu, lanjut dia, berdasarkan hasil riset BMKG gletser di Puncak Jayawijaya, Papua saat ini tinggal kurang lebih 2 km per segi atau 1% dari luas awalnya sekitar 200 km per segi.

"BMKG memprediksi gletser tersebut akan punah, mencair di sekitar tahun 2025-2026," kata Dwi Korita.

Di sisi lain, dia menambahkan, kenaikan rata-rata muka air laut global terpantau mencapai 4,4 milimeter per tahun pada periode 2010-2015 lebih tinggi lajunya dibandingkan periode sebelum tahun 1990-an sebesar 1,2 milimeter per tahun.

Selain itu, periode ulang anomali iklim El Nino dan La Nina kini semakin pendek dari 5-7 tahun pada periode 1950-1980 menjadi hanya 2-3 tahun selama periode pasca-1980 hingga saat ini.

"Seluruh fenomena tersebut berakibat pada semakin meningkatnya frekuensi, intensitas, dan durasi cuaca ekstrem. Itulah sebabnya bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, longsor, badai tropis, puting beliung, dan kekeringan semakin meningkat frekuensi, intensitas, dan durasi kejadiannya," kata dia.

Perubahan iklim, ujarnya, berakibat pada ancaman ketahanan pangan di Indonesia.

"Bencana-bencana hidrometeorologi mengakibatkan kegiatan pertanian dan perikanan rentan terganggu, bahkan gagal. Mengancam produktivitas panen dan penangkapan ikan, termasuk mengancam keselamatan petani dan nelayan. Ancaman ketahanan pangan tentu akan berakibat ke terganggunya kedaulatan pangan," kata Dwikorita.

Untuk itu, kata dia, petani dan nelayan membutuhkan dukungan informasi sebagaimana disediakan BMKG. Termasuk melalui platform sekolah lapang bagi nelayan dan petani.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Putar Otak" Kemenko Pangan Atasi Masalah Sampah Makanan