Tangkal Resesi, Ini Sumber 'Durian Runtuh' Indonesia

Maesaroh, CNBC Indonesia
Kamis, 04/08/2022 14:30 WIB
Foto: Istimewa

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mendapatkan "durian runtuh" dari lonjakan harga komoditas akibat meletusnya perang Rusia-Ukraina. Penerimaan negara dari sejumlah komoditas melonjak hingga ratusan persen, sehingga mampu menjadi obat pengangkal resesi.

Menyusul meletusnya perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari lalu, harga sejumlah komoditas pangan dan energi melonjak hingga menyentuh rekor tertingginya dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya adalah nikel, batu bara, emas, minyak mentah, hingga minyak sawit mentah.

Lonjakan harga tersebut berdampak positif kepada Indonesia yang berstatus eksportir besar untuk beberapa komoditas mulai dari batu bara, nikel, hingga minyak sawit.


Merujuk pada data Kementerian Keuangan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) mineral dan pertambangan (minerba) pada semester I-2022 mencapai Rp 65,04 triliun, melonjak 135,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penerimaan termasuk dari iuran produksi/royalty, iuran tetap, bagian pemerintah dari keuntungan bersih IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), serta PNBP lainnya seperti penjualan hasil tambang.

 

Foto: Kementerian Keuangan
Penerimaan royalti

Penerimaan terbesar salah satunya dari iuran produksi/royalty yakni Rp 34,1 triliun atau naik 118,7%. Iuran produksi/royalty batu bara mencapai Rp 22,93 triliun atau melonjak 137%.

Nikel menyumbang Rp 5,23 triliun atau melesat 107,8% sementara tembaga menyumbang Rp 2,56 triliun atau meloncat 79,5%.
Iuran produksi/royalty dari emas menembus Rp 1,94 miliar atau naik 61,3%. Sumbangan dari timah menyentuh Rp 684 miliar atau meningkat 63,2% sementara perak sebesar Rp 77 miliar atau naik 22,2%.

Kenaikan penerimaan dengan mengacu harga yang ditetapkan. Rata-rata harga mineral acuan (HMA) nikel mencapai US$ 27.383,4 per ton atau melesat 59,4% pada semester I-2022. HMA tembaga ada di kisaran US$ 9.867 per ton atau naik 14,4%.
Harga batu bara acuan ada di angka US$ 239,8 juta per ton.

Foto: Kementerian Keuangan
Penerimaan royalty

Lonjakan harga ini tetap membuat penerimaan melimpah meskipun volume ekspor batu bara Indonesia turun tipis 1,4% menjadi 294,37 juta ton pada periode Januari-Juni. Penurunan ekspor batu bara disebabkan kebijakan larangan ekspor pada Januari lalu.

PNPB bulanan dari batu bara mencapai titik tertinggi pada April 2022 yakni Rp 5,4 triliun sementara terendah pada Januari sebesar Rp 1,5 triliun.

Selain dari penjualan dan produksi, pemerintah juga mengumpulkan Rp 1,83 triliun dari dana kompensasi dan denda dari perusahaan yang tidak mentaati kewajiban pasar domestik (DMO).

Tidak hanya dari sektor pertambangan, minyak dan gas (migas) juga ikut mendongkrak penerimaan PNBP. Sepanjang semester I-2022, pemerintah mengumpulkan PNBP migas sebesar Rp 74,6 triliun atau naik 86,8%. 

Sektor migas juga menyumbang Rp 2,7 triliun dari pendapatan minyak mentah (DMO).

Kenaikan setoran sektor migas ditopang oleh lonjakan harga minyak mentah Indonesia/ICP. Rata-rata harga ICP pada semester I-2022 menembus US$ 96,9 per barel, atau naik 65,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan ICP tersebut menutupi anjloknya lifting minyak. Pada Semester I-2022, lifting minyak Indonesia hanya mencapai 619 ribu barel per hari, atau turun 8,42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Besarnya penerimaan negara mampu sebagai penahan resesi. Khususnya dari energi, lewat subsidi sebesar Rp 520 triliun, rakyat tidak dibebani oleh lonjakan harga. Maka dari ekonomi tetap dapat tumbuh.


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional