Proyek Kereta Cepat JKT-BDG Bengkak, RI Mau Cari Pinjaman
Jakarta, CNBC Indonesia - Biaya pembangunan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCKB) membengkak dari rencana awal. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut, Indonesia sebagai salah satu pemilik proyek akan mengambil pinjaman.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan sebanyak 25% dari kebutuhan dana untuk penyelesaian tersebut akan ditanggung oleh konsorsium BUMN Indonesia, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dan konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co Ltd, sesuai dengan komposisi saham.
Dalam proyek ini, PSBI memegang sebanyak 60% saham KCIC sebagai pemilik proyek. Sementara, sisanya yang sebesar 40% dimiliki Beijing Yawan.
Arya memperkirakan, PSBI akan menalangi kebutuhan dana sebesar Rp 4 triliun. Dana itu berasal dari penyertaan modal negara (PMN) yang masuk lewat PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Sedangkan, konsorsium China diperkirakan akan menambal Rp 3 triliun.
Sementara, sisanya, sebanyak 75% dari pembengkakan biaya akan ditutup melalui utang. Utang tersebut nantinya akan dibayar setelah kereta beroperasi.
"Di situ dimasukkan dalam semuanya, jadi dimasukkan dalam loan juga 75 persen itu. Itu yang akan diperkirakan apakah cari dari perbankan mana, mungkin dari China, atau dari mana," kata Arya di Tenis Indoor Senayan, Rabu (3/8/2022).
Sayangnya, Arya belum dapat mengumumkan dari mana pinjaman tersebut berasal. Namun, dia memastikan bahwa pinjaman itu akan atas nama KCJB. "Kita cari kan, kita lagi cari nih, bisa dari bank China dan sebagainya, lagi dicari, bisa lah," tuturnya.
Sebagai informasi, biaya pembangunan proyek KCJB membengkak dari penawaran awal oleh pemerintah China pada 2015 lalu. Jumlah dana yang dibutuhkan membengkak menjadi Rp 28,5 triliun. Sehingga maksimal anggaran pembangunan yang dibutuhkan Rp 118,5 triliun.
(hsy/hsy)