Tak Berubah, Mobil Jenis Ini Tetap Dilarang Isi Pertalite

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 02/08/2022 12:25 WIB
Foto: Warga mengisi bensin di Kawasan SPBU Kuningan Rasuna Said, Jakarta, Selasa, 28/Juni/2022. PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Patra Niaga berencana mengatur pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Khusus Penugasan (JBKP) seperti Pertalite dan juga BBM Solar Subsidi. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah pada Agustus 2022 ini memang belum memberlakukan kebijakan pembatasan pembelian Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) seperti Pertalite dan juga Jenis BBM Tertentu (JBT) yakni Solar Subsidi. Namun, keputusan pembatasan untuk kriteria mobil tertentu belum berubah.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyampaikan aturan terkait pembatasan pembelian Pertalite dan Solar Subsidi hingga kini masih dibahas. Adapun dalam revisi tersebut, larangan pembelian Pertalite akan dilihat berdasarkan spesifikasi kendaraan roda empat di atas 1.500 cubicle centimeter (cc).

Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman membeberkan dalam proses pembahasan revisi Perpres tersebut, semua data dan semua kebijakan yang diusulkan regulator ini berlandaskan pada hasil kajian.


Adapun BPH Migas bekerja sama dengan lembaga penelitian dengan simulasi pada titik kesimpulan bahwa mobil di atas 1500 cc tidak lagi mengkonsumsi BBM Pertalite. Hal ini dilakukan agar kuota Pertalite sebesar 23 Juta kilo liter (KL) di tahun ini mencukupi.

"Kami bekerja sama dengan lembaga penelitian untuk sebuah kajian beberapa simulasi. kalau kita sampai berada pada kesimpulan mobil di atas 1500 cc tidak lagi mengkonsumsi Pertalite, dengan itu kita masih bisa mencapai 23 juta KL di tahun ini. Termasuk juga motor," kata dia kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (1/8/2022).

Ia pun berharap agar revisi Perpres dapat segera selesai dengan cepat. Dengan begitu, maka upaya untuk pengendalian volume BBM yang kondisinya saat ini sudah over kuota dapat segera dijalankan. "Kami butuh basis untuk melakukan langkah-langkah antisipasi. Kuota kita meningkat, ini kita perketat, jika mulai September, ini apa? Revisi perpres itu masih perlu sosialisasi," katanya.

Saleh menyebut dalam sosialisasi kebijakan baru, setidaknya perlu sosialisasi secara masif dengan melibatkan beberapa pihak. Misalnya seperti keterlibatan Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas), pemerintah daerah dan Korlantas agar program registrasi kendaraan di website subsiditepat MyPertamina untuk kendaraan roda empat yang berhak mendapatkan Pertalite dan Solar subsidi dapat lebih cepat.

BPH Migas mencatat penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah tembus 15,9 juta kilo liter (KL). Angka tersebut setidaknya telah mencapai 69% dari kuota yang sudah ditetapkan pada tahun ini sebesar 23 juta KL.

Menurut Saleh konsumsi Pertalite pada bulan Juli kurang lebih sama dengan kondisi di bulan Maret. Dimana pada bulan Juli 2022, konsumsi tercatat mencapai di atas 2,5 juta KL.

"Sehingga total konsumsi secara keseluruhan sampai Juli 15,9 juta KL. Ini memang terjadi karena kita tidak memiliki instrumen pengendalian," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto tidak setuju usulan yang mengkategorikan larangan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite dilihat berdasarkan spesifikasi kendaraan roda empat di atas 1.500 cc. Alasannya, kendaraan roda empat mayoritas dimiliki oleh masyarakat mampu sehingga tidak berhak menggunakan Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

Ia pun mengusulkan alangkah baiknya jika yang boleh mengkonsumsi Pertalite adalah kendaraan roda dua dan angkutan umum. Mengingat kedua jenis kendaraan ini yang sebenarnya berhak mendapat subsidi dari pemerintah.

"Kita inginkan yang disubsidi hanya untuk kendaraan umum dan motor saja. Titik, itu untuk membatasi subsidi. Kenapa? Karena tidak adil masak subsidi untuk orang yang mampu beli. Karena dengan tangki bensin yang lebih besar dari motor justru orang yang mampu beli mobil itulah yang masak disubsidi lebih besar," kata dia ditemui di JCC Senayan, Kamis (28/7/2022).

Lebih lanjut, menurut Sugeng selama pemberian Subsidi berdasarkan pada barang maka ketidaktepatan sasaran akan terus terjadi. Oleh karena itu ia mendorong agar ke depan pemberian subsidi dapat langsung ke orang.

"Apa yang mau kita subsidi? Gas, BBM, Sekolah, dan sebagainya dalam bentuk dalam BLT saja yang terstruktur yang masuk dalam APBN sekaligus. Keluarga miskin kita itu berapa sih? katakanlah 9% jumlahnya. jumlah keluarga kita total 100 juta keluarga, maka 9 juta keluarga kategori miskin yang layak dapat subsidi," katanya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional