Ada Guncangan Besar Ancam RI, Seberat Apa Bu Sri Mulyani?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 July 2022 14:50
Menteri Keuangan Sri Mulyani di acara CNBC Indonesia Economic Outlook, Selasa (22/3). (CNBC Indonesia/Tri Susilo))
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di acara CNBC Indonesia Economic Outlook, Selasa (22/3). (CNBC Indonesia/Tri Susilo))

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia boleh berbangga, di saat banyak negara alami kejatuhan ekonomi hingga resesi, tanah air masih mampu tumbuh tinggi. Meski demikian, bukan berarti semua pemangku kebijakan bisa terlena sebab ada guncangan besar yang masih mengancam.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juli 2022, Rabu (27/7/2022).

"Karena guncangan ini bukan hal yang sepele. Ini adalah guncangan yang luar biasa tinggi," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyebut ekonomi dunia dalam situasi yang amat pelik. Dipicu oleh perang Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan, inflasi, pengetatan kebijakan moneter hingga resesi.

APBN Kita Juli (Tangkapan layar)Foto: APBN Kita Juli (Tangkapan layar)
APBN Kita Juli (Tangkapan layar)

Perang Rusia dan Ukraina mendorong kenaikan harga komoditas energi dan pangan. Sehingga banyak negara yang tidak mampu menahan dan melimpahkan kenaikan tersebut ke masyarakat sehingga terjadi lonjakan inflasi.

"Ini terefleksi pada kenaikan inflasi di AS, Eropa dan Inggris," jelasnya.

Risiko kenaikan inflasi yang sudah terjadi di beberapa negara maju. Bahkan, bendahara negara memperkirakan inflasi di negara maju akan tetap bertahan di atas 6% pada tahun ini.

"Di negara berkembang, inflasinya diperkirakan mencapai 9,5%. Jadi inflasi makin tinggi, pertumbuhan makin melemah. Ini kombinasi yang tidak baik bagi lingkungan ekonomi global yang harus kita waspadai bisa mempengaruhi perekonomian Indonesia," terang Sri Mulyani.

Selanjutnya adalah pengetatan kebijakan moneter oleh negara maju sebagai respons atas lonjakan inflasi. AS adalah salah satunya. Di mana setiap kali ada pengetatan secara drastis, maka sederet negara berkembang dan miskin harus bersiap terjun ke jurang krisis.

APBN Kita Juli (Tangkapan layar)Foto: APBN Kita Juli (Tangkapan layar)
APBN Kita Juli (Tangkapan layar)

Apalagi negara yang kini tidak memiliki pondasi fiskal yang kuat hingga terlilit utang. Maka risiko yang dimungkinkan terjadi adalah kebangkrutan.

"Dilema inflasi dan pengetatan moneter dan menyebabkan pelemahan ekonomi mereka, dihadapkan munculnya resesi di negara tersebut," paparnya.

Sri Mulyani lantas merujuk pada laporan terbaru yang dipublikasikan Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam laporan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini diproyeksikan turun menjadi 3,2% dan berlanjut pada 2023 menjadi 2,9%.

"Ini sebuah revisi yang bahkan sudah diberikan warning mungkin akan mengalami revisi lagi ke bawah apabila semester kedua ini akan mengalami terjadinya tren pemburukan terutama di sisi inflasi dan respon kebijakannya," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mencontohkan bagaimana China yang masih berstatus ekonomi terbesar kedua diramal akan mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hingga hanya 3,3%. Sementara tahun depan, ekonomi China hanya diproyeksikan tumbuh 4,4%.

"Indonesia tumbuh 5,4% atau koreksi 0,1%, dan tahun depan 5,2%. Meskipun proyeksi terlihat baik tidak boleh terlena dan Indonesia harus tetap waspada," kata Sri Mulyani.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS Resesi Semua Kena Getahnya, Kok Gitu ya Bu Sri Mulyani?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular