
Miris! Harga BBM 'Terbang', Jutaan Nelayan Terancam Nganggur

Jakarta, CNBC Indonesia - Ternyata, efek lonjakan harga BBM nonsubsidi merembet ke sektor perikanan tangkap di Indonesia. Dirjen Perikanan Tangkap DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini mengatakan, harga BBM yang 'terbang' dari Rp8.000 jadi Rp18.000-an, bahkan Rp23.000-an di Timur Indonesia, membuat biaya melaut naik berlipat.
Akibatnya, kata dia, jumlah kapal yang melaut pun drop hingga 50%. Tentu saja, ini adalah kapal-kapal ikan ukuran di atas 10 GT. Meski, kata Zaini, sebenarnya kapal 10 GT masih berhak menggunakan BBM bersubsidi. Hanya saja, imbuh dia, ketentuan itu dalam proses revisi, sehingga penyaluran ke kapal 10 GT mulai diperketat.
"Kalau kapal 30 GT ke atas itu, per hari ini ada 6.700, berdasarkan izin pusat. Kalau satu kapal rata-rata 30 orang, berarti ada 200-an ribu nelayan. Dan kalau kapal 10 GT itu sampai sekarang ada 200 ribu unit. Kalau per kapal ada 10 orang, berarti total 2 juta orang. Nah, kalau 50% saja drop nggak berlayar, mereka ini lah yang terkena dampak langsung. Jadi pengangguran. Akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi," kata Zaini saat jumpa pers paparan kinerja KKP semester-I tahun 2022, Kamis (28/7/2022).
Sementara, untuk nelayan rakyat, atau dengan kapal 5 GT ke bawah, ujarnya, tidak terkena dampak langsung kenaikan harga BBM. Karena menggunakan BBM susbidi.
"Yang bisa gulung tikar itu yang kapal 10 GT ke atas ini. Lihat saja di Muara Baru, kapal-kapal uang numpuk. Tadinya cuma sekitar 300 kapal per hari, sekarang di sana ada 800-an kapal. Karena kenaikan BBM," kata Zaini.
"Kalau yang kapal 5 GT ke bawah, mereka pakai BBM subsidi. Tapi, akibat kenaikan harga-harga ini, mereka terkena dampak meski nggak langsung. Harga barang-barang lain kan naik," tambahnya.
Kondisi ini, ujar Zaini, bisa membahayakan bahkan memicu krisis.
"Karena itu kami sudah melakukan audiensi dengan KSP, kami ingin agar nasib mereka ini diperjuangkan, supaya bisa mendapatkan BBM dengan harga khusus. Saya sudah bicara dengan pengusaha kapal, kalau Rp10.000 per liter mereka masih sanggup," ujar Zaini.
Selain itu, dia menambahkan, masih bersama KSP, pihaknya juga menjalin kesepakatan dengan Pertamina, agar ada jaminan pasokan BBM subsidi bagi nelayan 5 GT ke bawah.
"Harga BBM subsidi memang tetap, nggak naik, tapi yang jadi masalah adalah ketersediaannya. Di mana-mana langka, mau beli susah. Nah, 2 minggu lalu kami dan Pertamina sudah tandatangani kesepahaman supaya nelayan bisa dengan mudah mengakses BBM, terutama jika harus ke SPBU supaya prosesnya tidak berbelit," kata Zaini.
![]() Pekerja melakukan bongkar muat ikan di Pasar Ikan Muara Baru, Jakarta, Kamis (9/12/2021). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) |
Zaini memaparkan, akibat berkurangnya jumlah kapal berlayar, produksi ikan tangkap di bulan Juli 2022 drop menjadi 12,46 ribu ton dibandingkan Juni 2022 yang masih 22,49 ribu ton. Anjlok hampir setengah dari posisi Juli 2021 yang mencapai 23,82 ribu ton.
Terpantau, ujarnya, penggunaan BBM susut dari 20,74 juta liter di bulan Juni 2022 jadi 9,54 juta liter di Juli 2022.
Angka tersebut mengacu data di 22 lokasi pelabuhan perikanan UPT Pusat.
"Terjadi penurunan produksi ikan. Kalau pasokan turun, harga akan naik. Terjadi kenaikan harga signifikan sejak Mei 2022. Berdasarkan tren harga ikan rata-rata yang didaratkan di 22 lokasi pelabuhan perikanan UPT Pusat, di bulan Juli 2022 melonjak jadi Rp24.887 per kg, dari posisi Juni 2022 yang masih Rp22.991 per kg," pungkas Zaini.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Terurus, DPR Cecar KKP Soal Kondisi Pelabuhan Muara Baru
