Okupansi Sisa 40%, Pengusaha Hotel Menjerit Minta Tolong

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
28 July 2022 08:20
Ilustrasi hotel (Dok: Freepik)
Foto: Ilustrasi hotel (Dok: Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, industri perhotelan di Indonesia saat masih belum masuk fase pemulihan.

Sementara itu, sejumlah kendala pun masih menghambat gerak pelaku bisnis hotel, sehingga upaya menuju pemulihan tersendat. Akibatnya, ujar Maulana, meski ada peningkatan lalu lintas atau pergerakan aktifitas ekonomi, tetap saja okupansi masih di bawah 50%.

"Memang ada kenaikan traffic sejak pelonggaran aktivitas saat pandemi Covid-19. Tapi, belum bisa disebut masuk fase pemulihan. Baru menuju pemulihan. Akibat pandemi, bisnis hotel alami pukulan krisis cukup dalam, pemulihan nggak semudah dibayangkan," kata Maulana kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (28/7/2022).

"Karena itu, kami meminta Peraturan OJK terkait tenggat waktu relaksasi restrukturisasi kredit bisa diperpanjang sampai tahun 2025."Maulana Yusran, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI)

Menurut Maulana, rata-rata tingkat okupansi hotel saat ini masih berkisar 40% secara nasional. Jauh di bawah tahun 2019 yang juga hanya 52% secara rata-rata nasional. Angka itu pun turun dibandingkan rata-rata nasional okupansi tahun 2018 yang mencapai 55%. Tahun 2023, tingkat okupansi hotel diharapkan bisa naik 7-8% dari tahun ini

"Karena di tahun 2019 juga memang posisi kita juga nggak lebih baik. Waktu itu ada persoalan harga tiket juga. Ini menunjukkan industri ini sangat bergantung ke pergerakan domestik, transportasi udara jadi tumpuan," katanya.

Dengan kondisi saat ini, Maulana memprediksi, industri perhotelan di dalam negeri baru bisa dalam fase pemulihan sempurna di tahun 2025.

"Sekarang kita menghadapi kendala mulai dari harga-harga yang naik, termasuk gas dan listrik. Di saat masih dalam kondisi terpukul, kenaikan harga-harga tentu mengganggu arus kas. Jadinya tersendat," ujarnya.

Belum lagi, imbuh dia, peningkatan lalu lintas aktifitas menimbulkan kesalahpahaman bahwa sektor perhotelan di dalam negeri sudah membaik. Hal itu, kata dia, berdampak pada perlakukan perbankan yang menanggap arus keuangan hotel sudah normal.

"Karena itu, kami meminta Peraturan OJK terkait tenggat waktu relaksasi restrukturisasi kredit diperpanjang. Rencananya sampai tahun depan, kami minta bisa sampai tahun 2025. Kami juga berharap ada kemudahan dari suku bunga dan kemudahan akses untuk mendapatkan modal kerja tambahan," kata Maualana.

Modal kerja tambahan, tuturnya, dibutuhkan untuk memulai kembali perputaran bisnis supaya bisa segera masuk fase pemulihan.

"Untuk me-restart kembali bisnis, kami berharap hal-hal terkait pergerakan masyarakat, seperti pesawat, bisa ada solusinya. Karena itu jadi tulang punggung industri perhotelan," kata Maulana.

Dia mengaku, telah mengajukan permintaan pelaku bisnis hotel itu melalui Kementerian Pariwisata.

"Dengan begitu ruang pemulihan semakin terbuka lebar dan bisa dimulai dengan stabil," pungkas Maulana.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warga DKI Kabur, Begini Nasib Hotel di Jakarta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular