Ini Curhatan Industri Soal Carut-marut Sawit Dalam Negeri

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
25 July 2022 15:26
Atasi Carut-marut Sawit RI, Pengusaha Hingga Petani Usulkan Ini(CNBC Indonesia TV)
Foto: Atasi Carut-marut Sawit RI, Pengusaha Hingga Petani Usulkan Ini(CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri kelapa sawit boleh dibilang industri yang besar dan menyumbang pemasukan besar ke negara, salah satunya lewat pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO).

Namun kini muncul persoalan yang masih dikeluhkan banyak pihak, salah satunya kaum petani sawit. Karena, harga Tandan buah segar (TBS) belum bergerak signifikan di kisaran harga Rp 1.300-san. Atau jauh dari harga yang harapkan pemerintah di atas Rp 2.000.

Berbagai upaya pun telah dilakukan, mulai dari menghapuskan tarif pungutan ekspor dan turunannya menjadi nol hingga akhir Agustus dan mempercepat tenggat waktu penentuan harga acuan ekspor hingga berencana cabut kebijakan domestic market obligation (DMO).

Ketua Umum Asosiasi Gabungan Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung pun mengakui masalah rendahnya harga TBS sangat memilukan buat petani dan perlu diatasi.

Bahkan para petani mengaku belum merasakan dampak signifikan dari upaya penguatan ekspor. Sehingga menurutnya perlu dibentuk sebuah badan sawit Indonesia yang dapat mengakomodir petani kelapa sawit.

"Kita mengusulkan supaya satu pintu dirikan badan sawit Indonesia," ujar Gulat dalam Special Dialogue terkait percepatan ekspor CPO: Antara Usaha & Realita, yang diadakan CNBC Indonesia, Senin (25/7/2022).

Hal serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga.

Menurutnya, carut marut itu terjadi karena adanya disparitas antara harga komersil dan eceren. Hal ini menyebabkan orang bersepkaluasi. Oleh karena itu, ia pun beranggapan perlunya dibentuk sebuah badan yang fokus menangani hal ini seperti Pertamina.

"Kalau ini ditangani satu badan, dan menjalankannya model Pertamina. Ini ngga akan terjadi. Dengan catatan sumber pasokan diganti sumber kelapa sawit. Sampai kapan pun masalah ini tidak akan terjadi carut marut," jelasnya.

Ia pun beranggapan, DMO sudah seharusnya dicabut. Pasalnya keran DMO bergantung kepada masuknya distribusi lokal. Dan hal ini dianggapnya tidak mudah.

Selain itu yang perlu diingat lanjutnya, produsen tidak semua eksportir. Banyak dari mereka (produsen) yang fokus domestik.

"Kami sepakat DMO segera dihapus. Persoalannya bagaimana minyak goreng sampai ke masyarakat pelosok. Karena kalau selisih harga besar itu akan ada black market. Itu ngga bisa kontrol. Kita ikutin pemrintah. Ini jangan kasih ke swasta. Saran saya ke mendag setuju penghaspusan DMO, untuk make sure bahwa minyak goreng baik curah kita kasihkan ke pemerintah. Serahkan ke bulog," terangnya.

Sementara Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Maruli Gultom menjelasan permasalahan ini sangat membingungkan.

Karena disatu sisi ingin harga sawit dan ekspor tinggi, supaya pemasukan negara tinggi. Disisi lain juga ingin minyak sawit murah, agar harga minyak goreng murah.

Sehingga bisa dikatakan, kondisi tersebut bagaikan makan buah simalakama dan menjadi suatu kondisi yang serba salah.

"Jadi solusinya cuma satu, jangan terlalu banyak aturan, harga tinggi serahkan pasar, harga murah disitulah fungsi BUMN," jelas Maruli Gultom.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gelar Pertemuan Nasional, APKASINDO Soroti Masa Depan Petani

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular