Nah Lho, Warga & Ahli AS Sama-sama Bingung soal Ekonominya
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Amerika Serikat (AS) benar-benar membingungkan. Warganya tak yakin ke mana arah ekonomi Negeri Paman Sam tersebut.
Namun saat ini, mereka berjalan tanpa gambaran yang jelas terkait apa yang terjadi selanjutnya, atau bagaimana mempersiapkannya. Bahkan para ahli ekonomi juga bingung dengan keadaan saat ini.
Sebagaimana diketahui, banyak perusahaan yang terus melakukan perekrutan, tetapi output menurun. Konsumen juga pesimistis tentang apa yang ada di depan, tetapi mereka tetap berbelanja. Fenomena ini pun membuat bingung para profesional dan mereka kini sedang mencari jawaban.
"Jika Anda tidak sedikit bingung tentang ekonomi (saat ini), berarti Anda tidak memperhatikan (perubahannya)," cuit Jason Furman, ekonom Harvard dan mantan penasihat ekonomi Gedung Putih pada pekan lalu, melansir CNN International, Senin (25/7/2022).
Di Twitter, ekonom senior Glassdoor Daniel Zhao menyebut hubungan antara meningkatnya jumlah orang yang baru mengajukan pengangguran dan jumlah klaim yang hampir statis saat ini cukup aneh.
Gubernur Federal Reserve Christopher Waller juga menyebut perbedaan antara pertumbuhan lapangan kerja dan menyusutnya output sebagai fenomena aneh.
Bahkan, Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell terdengar agak bingung dalam forum ekonomi bank sentral di Portugal bulan lalu. "Saya pikir kita lebih memahami betapa sedikitnya pemahaman kita tentang inflasi," katanya.
Saat para ahli bingung mengenai ekonomi ke depannya, tidak heran orang Amerika biasa merasa cemas, lelah, atau putus asa atau merasakan ketiganya.
"Orang-orang telah mengalami kesulitan dalam dua tahun terakhir ini," kata Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics. "Sentimen ini konsisten dengan konsumen yang sangat gugup."
Data Indeks Ekonomi Utama Conference Board memaparkan ekonomi telah jatuh pada paruh pertama tahun 2022, menandakan bahwa risiko resesi jangka pendek telah tumbuh.
Sementara itu, data University of Michigan menunjukkan bahwa sentimen konsumen jatuh ke rekor terendah antara Mei dan Juni, tetapi itu tidak diterjemahkan sebagai kemunduran dalam pengeluaran. Penjualan ritel naik malah naik pada Mei, kemungkinan mencerminkan tingkat inflasi yang meningkat, dan kemampuan konsumen yang berkelanjutan untuk berbelanja.
Meskipun tingkat tabungan pribadi telah turun secara signifikan dari puncak pandemi 24,8% pada Mei 2020, neraca rumah tangga masih relatif kuat.
"Saya pikir yang terjadi adalah ada bagian tertentu dari anggaran konsumen yang tidak bisa mereka kendalikan," kata George Loewenstein, profesor ekonomi dan psikologi di Carnegie Mellon University. "Semua orang sepertinya merasa seperti kita berada di ujung pisau."
"Jika orang pesimistis, kita akan masuk ke dalam resesi. Jika orang mempertahankan optimisme, maka ekonomi mungkin akan mengalami soft landing, tetapi itu membuat situasi menjadi sangat tidak stabil... Ekonomi bergantung pada ekspektasi, dan ekspektasi bergantung pada ekonomi," tutupnya.
(tfa/luc)