Survei Baru: 30% PNS WFH Gabut dan Kompetensinya Rendah

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
23 July 2022 08:37
INFOGRAFIS, Gak Perlu Ngantor PNS Bakal Kerja Bak Pegawai Startup
Foto: Infografis/ PNS WFA (Work From Anywhare)/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Kerja dari rumah alias work from home (WFH) mulai dilakukan oleh banyak perusahaan demi membatasi penularan virus corona atau Covid-19 dua tahun lalu.

Di Indonesia tidak terkecuali instansi pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga melakukan hal tersebut. Sayangnya, tak semua PNS bekerja sungguh-sungguh.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dalam Rakornas Kepegawaian 2022 yang ditayangkan secara virtual.

Bima menjelaskan, berdasarkan survey via Google, dari 100% PNS/ASN yang bekerja di rumah selama pandemi, sebanyak 30% merasa bahwa pekerjaan mereka terasa lebih berat, 40% PNS/ASN merasa beban kerjanya sama saat bekerja di kantor (Work From Office/WFO). Nah, 30% sisanya tidak menjawab apa-apa.

"30% sisanya tidak menjawab, mungkin lebih ringan atau tidak bekerja. Jadi dari data itu saja kita tahu 30% ASN gak ngapa-ngapain," jelas Bima, dikutip Jumat (22/7/2022).

Padahal ke depan, birokrasi dan manajemen ASN dituntut untuk berubah. Pekerjaan, kata Bima akan sangat menuntut sektor digital, sekarang ini semua pekerjaan harus dilakukan secara digital termasuk kerja-kerja para ASN/PNS.

"Konsekuensinya apakah membutuhkan tenaga administrasi? Mungkin akan tergantikan dengan digital. [...] Kita tidak bisa berharap dengan orang-orang yang tidak ingin melakukan perubahan," tegas Bima.

"Jadi, mereka WFH bagi mereka bukan untuk working from home, tapi untuk one of holiday. Jadi gak ngapa-ngapain, karena mereka tidak memiliki kompetensi, tidak memiliki infrastruktur, tidak ada sarana yang memadai. Keluar dari ucapannya adalah tidak ada pulsanya. Ini kemudian yang akan menghambat," kata Bima lagi.

PNS yang bekerja di kantor pemerintahan berjumlah 3,9 juta orang. Dan 35% di antaranya atau kurang lebih 1.365.000 ASN menunjukan kompetensi dan berkinerja rendah.

BKN telah mengkategorikan empat kriteria kinerja ASN/PNS, star (bintang), workhorse (kuda pekerja), trainee, dan deadwood (pekerja dengan kinerja dan kompetensi rendah).

Kategori star diartikan Bima sebagai ASN yang memiliki kompetensi tinggi dan berkinerja (performance) tinggi. Sementara itu workhorse diartikan sebagai ASN/PNS yang kompetensinya tinggi, namun performanya rendah.

"Workhorse itu skill full, tapi dia tidak mau bekerja kalau tidak dicambuk. Kuda itu tahu dia harus bekerja, tapi harus dicambuk," jelas Bima.

Kemudian ASN/PNS berkategori trainee adalah mereka yang memiliki motivasi dan performa tinggi, namun kompetensinya rendah. "Orang-orang seperti ini perlu dikasih kesempatan untuk memiliki kemampuan," ujarnya.

Nah, kategori terakhir, menurut Bima adalah kategori yang paling tidak bisa diharapkan, yakni kategori deadwood (kayu mati). Pekerja dengan kategori ini adalah mereka yang kompetensi dan kinerjanya sudah rendah, seperti kayu mati.

Sayangnya, berdasarkan catatan BKN, ASN/PNS dengan kategori Star hanya berjumlah 19,82% dari keseluruhan PNS/ASN yang bekerja. Sementara ASN/PNS dengan kategori deadwood memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan ASN/PNS yang masuk kategori Star.

"Jumlah PNS sekarang 3,9 juta orang, sudah turun dari sebelumnya 4,5 juta. [...] Yang Star itu hanya 19,82%. Bandingkan dengan deadwood ini hampir 35% (34,57%). Jadi, ASN di Indonesia itu hampir 35% deadwood," jelas Bima.

"Kita berbicara world class bureaucracy, sedangkan SDM-nya seperti itu. Jadi, ini paradoks, harus kita segera selesaikan masalah ini. Tentu ini membutuhkan kebijakan yang panjang dan konsisten," kata Bima lagi.

Soal usia PNS di Indonesia, sambungnya, kategori generasi milenial juga masih minim. Padahal struktur yang paling sehat seharusnya tenaga kerja di Indonesia harus banyak diisi mereka yang berusia muda, bukan yang berusia tua.

Mirisnya lagi, kebanyakan ASN di Indonesia meski menempuh jenjang pendidikan tinggi tak menjamin pegawai tersebut memiliki kemampuan.

"Kita masih punya banyak pegawai walaupun latar pendidikan S1 dan S2, tapi kompetensinya rendah. Latar belakang belakang pendidikan itu tidak berkorelasi dengan kompetensi," jelas Bima.

BKN mengaku saat ini pihaknya harus bekerja ekstra guna menilai kinerja PNS. Upaya yang ditempuh bukan hanya dinilai dari kinerja mereka di kantor, tapi tindak tanduk mereka di sosial media.

"Saya tidak tahu berapa dari kita (ASN/PNS) yang punya akun medsos. Saya terpaksa punya Twitter, Instagram, Facebook, TikTok karena saya harus memonitor ASN," jelas Bima dalam Rakornas Kepegawaian 2022 yang ditayangkan secara virtual, dikutip Jumat (22/7/2022).

"Karena kalau saya tidak punya itu saya tidak bisa melihat ini milenial lagi ngapain. Dan ada beberapa dari kita yang punya akun-akun medsos seperti itu," jelasnya lagi.

Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) telah mengimbau kepada para ASN/PNS untuk bijak menggunakan media sosial, terutama yang berkaitan dengan paham atau tindak radikalisme.

PNS/ASN dilarang melakukan like atau membagikan (Share) postingan ujaran kebencian di media sosial. Pun, ASN juga diharuskan untuk tidak menjelek-jelekan pemerintah di media sosial.

Apapun yang dilakukan PNS di media sosial akan terdeteksi karena adanya rekam jejak digital. Termasuk saat memberikan komentar buruk terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, ASN atau PNS diminta untuk ekstra berhati-hati saat menggunakan media sosial.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular