BI-Bank Sentral China "Sefrekuensi", Bunga Kredit Makin Turun
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis kemarin masih mempertahankan suku bunga acuannya di rekor terendah sepanjang sejarah.
"Rapat Dewan Gubernur Juli 2022 memutuskan mempertahankan BI 7- Day Reverse Repo rate (BI 7-DRR) pada level 3,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).
Sementara itu suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
BI sudah 18 bulan mempertahankan suku bunga di rekor terendah tersebut. Meski demikian, BI juga sudah mengurangi likuiditas dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) hingga September nanti.
Selain itu, BI mendorong kenaikan suku bunga antar bank untuk tenor lebih dari satu pekan.
Meski demikian, likuiditas masih cukup longgar. BI hari melaporkan likuiditas perekonomian atau uang beredar masih tumbuh dua digit di bulan Juni.
Uang beredar dalam arti luas (M2) dilaporkan tumbuh 10,6% year-on-year (yoy) menjadi Rp 7.888,6 triliun. Meski demikian, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan Mei 12,1% (yoy).
"Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) sebesar 16,6% (yoy) dan uang kuasi sebesar 3,3% (yoy)," tulis BI dalam laporan yang dirilis Jumat (22/7/2022).
Menurut BI, penyaluran kredit Juni yang tumbuh 10,3% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 8,7% (yoy) menjadi pemicu pertumbuhan M2.
Langkah BI yang masih terus mempertahankan BI 7-DRR meski tren dunia sedang agresif mengerek suku bunga acuan membuat suku bunga kredit di dalam negeri terus menurun. Hal ini tentunya membantu pertumbuhan penyaluran kredit, dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Data dari BI menunjukkan rata-rata tertimbang suku bunga kredit turun 5 basis poin pada Juni menjadi 8,94%.
Selain itu, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka juga mengalami penurunan hampir di semua tenor, kecuali 1 bulan yang naik menjadi 2,84%.
Tenor 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan mengalami penurunan masing-masing menjadi 2,98%. 3,24%, d,31% dan 3,86%.
Pertumbuhan kredit sendiri mengalami kenaikan di semua jenis penggunaan, bahkan lebih tinggi dari Mei. Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat tumbuh 12,6% (yoy) menjadi RP 2.822,4 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan Mei 10,9% (yoy).
Kredit Investasi (KI) juga tumbuh 10,2%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,6% (yoy) menjadi Rp 1.597,9 triliun. Kemudian Kredit Konsumsi (KK) tumbuh 6,9% (yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 6,2% (yoy) menjadi Rp 1.736 triliun.
Jika dilihat lebih detail dari KK, kredit kendaraan bermotor dan kredit multi guna mengalami kenaikan, tetapi kredit pemilikan rumah mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 6,7% (yoy) ke Rp 602,4 triliun, sementara pada Mei pertumbuhannya mencapai 9,4% (yoy).
BI menjadi satu dari sedikit bank sentral di dunia yang belum menaikkan suku bunga acuannya. Di Asia, ada bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) yang "sefrekuensi" dengan BI. Alasannya pun sama, inflasi yang masih rendah.
Dalam pengumuman kebijakan moneter Rabu lalu, PBoC masih mempertahankan loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun di 3,7%, dan tenor 5 tahun di 4,45%. Pada Mei lalu, LPR tenor 5 tahun dipangkas sebesar 15 basis poin.
Dengan kebijakan tersebut, rata-rata suku bunga kredit korporasi di China pada Januari - Juni turun 0,31 poin persentase menjadi 4,32% yang merupakan rekor terendah sepanjang sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)