
AS & Sekutu "Kalah" dari Rusia di Sini, Ini Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral di negara Barat saat ini sedang agresif menaikkan suku bunga guna meredam tingginya inflasi. Namun, hal yang berbeda terjadi di Rusia, suku bunga justru terus dipangkas.
Sebabnya, Rusia di bawah Presiden Vladimir Putin sukses mengendalikan inflasi. Sementara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa justru mengalami lonjakan inflasi.
Juni lalu Inflasi di Rusia tembus 15,9% year-on-year (yoy), turun dari bulan sebelum 17,1% (yoy). Memang inflasi tersebut masih jauh dari target CBR sebesar 4%, tetapi sudah turun dari rekor tertinggi 20 tahun 17,8% yang disentuh pada April lalu.
Sementara jika dilihat secara mingguan, pada pekan yang berakhir 8 Juli, inflasi tumbuh 15,62% yoy) turun dari pekan sebelumnya 16,19% (yoy).
Andrei Duryagin, direktur investasi di MKB Investments mengatakan data inflasi akan memperkuat keyakinan CBR untuk memangkas suku bunga lebih besar lagi.
"Dalam pandangan kami, CBR memiliki pilihan akan memangkas suku bunga 50 hingga 75 basis poin. Kami melihat CBR akan melakukannya dengan konservatif yakni 50 basis poin," kata Duryagin, sebagaimana dilansir Reuters.
Duryagin menambahkan, di akhir tahun nanti, suku bunga CBR akan berada di bawah 8%.
Hasil survei yang dilakukan Reuters pada pertengahan Juli menunjukkan 15 dari 26 analis memperkirakan CBR akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 9%.
"Penurunan suku bunga lebih jauh didukung oleh pelambatan inflasi, dan kebutuhan untuk mendukung perekonomian," kata Mikhail Vasilyev, kepala analis di Sovcombank.
Vasilyev memprediksi CBR akan memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin.
Hasil survei Reuters menunjukkan sebanyak 3 analis memprediksi suku bunga akan dipangkas 75 basis poin, 5 analis 100 basis poin serta satu analis memproyeksikan suku bunga berada di 8% atau dipangkas 150 basis poin.
Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan bank sentral AS (The Fed) dan bank sentral Eropa lainnya yang agresif menaikkan suku bunga.
The Fed sejauh ini sudah 3 kali menaikkan suku bunga dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%, dan pekan depan diperkirakan akan menaikkan 75 hingga 100 basis poin. Bank sentral paling powerful di dunia ini juga menegaskan akan terus menaikkan suku bunga hingga tahun depan, sampai inflasi menurun.
Setelah 3 kali menaikkan suku bunga, inflasi di Amerika Serikat masih belum melandai. Pada Juni, inflasi tercatat tumbuh 9.1% (yoy) dari bulan sebelumnya 8,6% (yoy) dan berada di level tertinggi dalam 41 tahun terakhir.
Dengan inflasi yang tinggi dan suku bunga yang terus dinaikkan, maka Amerika Serikat dan negara-negara Barat semakin dekat dengan jurang resesi.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rubel Perkasa, Inflasi Terjaga
Bank sentral Rusia (Russia Central Bank/CBR) bermanuver dengan agresif di tahun ini akibat perang Rusia - Ukraina.
Amerika Serikat dan sekutu memberikan berbagai macam sanksi ke Rusia mulai dari sektor energi hingga finansial yang membuat nilai tukar rubel jeblok hingga menyentuh rekor terlemah dalam sejarah RUB 150/US$.
Jebloknya rubel membuat inflasi meroket, CBR pun mengerek suku bunga dari 9,5% menjadi 20%. Ditambah dengan kebijakan capital control Presiden Putin, serta pendapatan yang tinggi dari komoditas energi membuat rubel berbalik menjadi mata uang terbaik di dunia, inflasi pun melandai.
Sepanjang tahun ini, rubel tercatat menguat lebih dari 34% melawan dolar AS, berada di kisaran RUB 54,85/US$.
"Berkat rubel yang menguat, inflasi menjadi turun lebih cepat dari yang kami perkirakan. Ini memungkinkan kamu untuk menurunkan suku bunga tanpa memicu kenaikan inflasi yang baru," kata Nabiullina, sebagaimana dilansir Reuters akhir Mei lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Senggol AS, Putin: Dunia Tidak Adil