Kata 5 Ekonom soal Kondisi RI, Apa Iya Lagi Baik-baik Saja?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 July 2022 12:20
[THUMB] Indonesia Resmi Resesi!
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Data perekonomian global turut mempengaruhi pandangan ekonom terhadap ketahanan ekonomi tanah air. Apakah Indonesia sedang baik-baik saja?

CNBC Indonesia telah menanyakan kondisi ekonomi di dalam negeri saat ini kepada lima ekonom. Kelimanya memiliki pandangan yang berbeda-beda.

Ada yang menyatakan ekonomi Indonesia baik-baik saja, ada pula yang berpandangan bahwa ekonomi di tanah air saat ini berisiko.

Simak pernyataan lengkap lima pandangan ekonom terkait kondisi ekonomi di tanah air berikut ini:

1. Andry Asmoro (Bank Mandiri)

Andry Asmoro berpandangan kondisi ekonomi di Indonesia saat ini dalam kondisi baik. Perekonomian menunjukkan perbaikan dibandingkan kondisi pada 2021 silam.

Hal tersebut, kata Andry terlihat pada indikator konsumsi dan produksi yang juga menunjukkan perbaikan. "Seperti yang terlihat pada penjualan otomotif dan peningkatan di sektor perdagangan karena mobilitas yang dilonggarkan," ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II-2022 hingga akhir tahun ini juga diperkirakan membaik, ditopang adanya peningkatan konsumsi dan produksi di tengah bulan puasa dan lebaran.

Andry bilang, berdasarkan data Mandiri Spending Index, menunjukan data transaksi pasca lebaran hanya turun 20% atau jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu yang turun 40% karena adanya varian delta dan pembatasan mobilitas yang ketat.

Kendati demikian, laju perekonomian di tanah air akan menantang karena tingkat inflasi yang merambat naik, pelemahan nilai tukar dan resesi perekonomian negara maju yang menjadi tujuan ekspor Indonesia.

2. Damhuri Nasution (BNI Sekuritas)

Damhuri memandang, kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih cukup baik, terlihat pada Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang masih berada di zona ekspansi atau 50,2.

Selain itu juga penjualan ritel masih tumbuh positif, pertumbuhan ekspor juga masih baik. Pun Indeks Kepercayaan Konsumen hasil survei Bank Indonesia berada di level yang tinggi (128,9 pada bulan Mei 2022), level tertinggi sejak Januari 2010.

"Persepsi masyarakat yang baik terhadap kondisi terkini dan prospek makro ekonomi akan mendorong konsumsi tumbuh makin baik kedepan," jelas Damhuri.

Damhuri mengatakan, rata-rata consensus memperkirakan ekonomi Indonesia tahun 2022 akan tumbuh 5,2%, jauh diatas pertumbuhan 2021 yang hanya tumbuh 3,7%.

Kendati demikian, kondisi ekonomi Kuartal II-2022 hingga akhir tahun dinilai agak berisiko, terutama jika tekanan inflasi di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) yang terus meningkat.

"Diikuti dengan kenaikan suku bunga yang agresif oleh the Fed, karena hal ini akan memperbesar peluang ekonomi AS jatuh ke jurang resesi. Jika AS mengalami resesi, maka ekonomi dunia secara umum akan mengalami resesi," jelas Damhuri.

Perubahan kebijakan moneter dan fiskal di negara-negara maju, terutama di AS seperti kenaikan suku bunga acuan dan pengurangan balance sheet bank sentral adalah tantangan terbesar bagi perekonomian Indonesia saat ini.

Tantangan lainnya adalah mengelola inflasi dalam negeri dengan tidak menaikkan harga pertalite dan LPG 3 Kg di tengah tingginya harga energi dunia akibat perang Rusia vs Ukraina. Jika harga energi bertahan tinggi, maka beban subsidi di APBN akan besar.

3. Irman Faiz (Bank Danamon)

Irman mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini terbilang baik. Indikator pemulihan ekonomi sejauh ini, kata Irman terus berlanjut meskipun kasus harian Covid-19 meningkat.

Indikator kesehatan yang cukup baik dan terjaga menjadi landasan untuk aktivitas ekonomi dapat terus dilakukan. Fundamental ekonomi domestik juga cukup resilien terhadap risiko global.

"Pemulihan investasi dan konsumsi rumah tangga menjadi faktor utama pemulihan tahun ini," tuturnya.

Pada Kuartal II-2022, terlihat mobilitas meningkat signifikan ditengah pemerintah yang mengizinkan mudik dan aktivitas puasa dan lebaran berjalan hampir normal.

Aktivitas tersebut menjadi faktor pendorong untuk pertumbuhan ekonomi tumbuh membaik pada kuartal II. Sejauh ini, dengan base effect dari Kuartal III-2021 saat delta, pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus membaik hingga akhir tahun ini.

Tantangan terbesar bagi perekonomian, kata Irman saat ini adalah dinamika harga minyak dan komoditas. "Dalam periode pandemi, kita melihat bahwa kinerja neraca eksternal kita ditopang oleh peningkatan harga komoditas, sehingga mengkompensasi kenaikan defisit harga minyak," ujarnya.

Sementara sekarang harga minyak masih tinggi dan berpotensi meningkat tetapi harga komoditas ekspor utama seperti CPO dan coal mulai ternormalisasi.

Jika tren ini berlanjut, ini akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja fiskal dengan tambahan subsidi dan kompensasi energy serta kinerja ekspor (neraca eksternal).

4. David Sumual (BCA)

David memandang kondisi ekonomi domestik saat ini cenderung berisiko. Inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah mengancam daya beli dan menimbulkan ketidakpastian.

"Kenaikan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur mendatang mungkin dibutuhkan untuk memberikan guidance yang lebih jelas mengenai postur kebijakan Bank Indonesia menghadapi eskalasi tantangan global/domestik yang tengah terjadi," jelas David.

Pun, kondisi ekonomi pada Kuartal II-2022 menurut David tidak akan se-optimis seperti di awal tahun, akibat eskalasi tekanan inflasi, baik global dan domestik. "Prospek normalisasi harga komoditas seiring prospek perlambatan ekonomi global," ujarnya.

Risiko depresiasi rupiah menjadi tantangan terbesar perekonomian domestik saat ini. Penurunan nilai tukar rupiah yang lebih dalam akan semakin menambah beban impor dan subsidi BBM, mempersulit upaya pemerintah dalam menahan laju inflasi.

Depresiasi rupiah, kata David juga meningkatkan risiko kredit terutama bagi perusahaan/instansi terekspos utang dengan denominasi mata uang asing.

5. Juniman (Maybank)

Juniman mengungkapkan, kondisi ekonomi domestik saat ini baik-baik saja.

"Di tengah-tengah banyak tantangan yang terjadi pada perekonomian global seperti disebutkan di atas, perekonomian domestic masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup kuat," ujarnya.

Beberapa faktor yang menunjukan ekonomi baik, yakni adanya windfall profit dari global commodity prices boom. Mengingat Indonesia termasuk Net Exporter Commodity Country dimana sekitar 60% dari ekspor Indonesia bersumber dari komoditi (natural resources) seperti CPO, Coal, Nikel, Timah, tembaga, karet, coklat,dan lain-lainnya.

Kemudian, terkendalinya pandemic Covid-19 membuat mobilitas masyarakat Indonesia meningkat pesat. Seiiring dengan peningkatan mobilitas ini membuat aktivitas ekonomi domestic meningkat pesat.

"Dengan peningkatan daya beli masyarakat dampak dari pemulihan ekonomi domestic pasca pandemic, windfall profit dari komoditi, dan peningkatan mobilitas masyarakat seiring dengan terkendalinya pandemic Covid-19 membuat proses pemulihan ekonomi nasional lebih kuat dan berkesinambungan," ujarnya.

Ekonomi Indonesia pada Kuartal II-2022 diperkirakan juga masih akan membaik, terlihat dari indek penjualan retail, concumer confidence, penjualan mobil, PMI, dan konsumsi semen.

Namun, semester ke dua tahun ini, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat seperti lonjakan inflasi global dan domestic, peningkatan suku bunga global, masih tingginya tensi geopolitik perang Ukraine VS Rusia, dan perlambatan ekonomi global.

"Kita perkirakan pertumbuhan ekonomi domestic akan melambat ke 5.00% y-o-y di kuartal III dan 4.85% y-o-y pada kuartal IV tahun ini. Sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi domestic mencapai 5.0% pada tahun ini, membaik dibandingkan 3.7% pada tahun 2021," jelas Juniman.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular