
Krisis Rusia, Putin Ditinggalkan Ratusan Ribu Rakyatnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin mengalami krisis besar. Pasalnya 'gelombang kedua' fenomena kepergian ribuan warga Rusia untuk melarikan diri dari rezim brutal Putin kembali terjadi.
Meski tidak ada data pasti tentang jumlah orang Rusia yang meninggalkan negaranya sejak dimulainya perang dengan Ukraina, tetapi telah dilaporkan jumlah ini mencapai ratusan ribu. Sejak sekitar pertengahan Maret, puluhan ribu orang dari Rusia dengan cepat pindah ke negara-negara terdekat seperti Turki, Georgia, Armenia, Israel, dan negara-negara Baltik.
"Jika Anda melihat berbagai tujuan di mana orang telah pergi, angka-angka ini memang benar," kata Jeanne Batalova, analis kebijakan senior di Institut Kebijakan Migrasi, mengutip CNBC International.
Di antara gelombang terbaru ini ada mereka yang membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk meninggalkan Rusia. Mereka termasuk yang memiliki bisnis atau keluarga yang menunggu anak-anak mereka menyelesaikan tahun ajaran saat ini.
Tetapi banyak orang lain yang tidak seberuntung itu, sebab selain jutaan orang Ukraina yang terpaksa meninggalkan rumah mereka, kehidupan bagi orang Rusia lainnya juga menjadi mimpi buruk sesaat setelah perang dimulai.
Sebuah kelompok besar yang mencakup beberapa jurnalis yang mengecam rezim brutal Putin, merasa mereka tidak punya pilihan lain selain segera melarikan diri dari negara itu atau mengambil risiko penganiayaan politik karena melanggar oposisi sengit Kremlin terhadap perbedaan pendapat publik.
"Banyak orang mendapat pemberitahuan yang mengatakan bahwa mereka adalah pengkhianat," kata Batalova.
"Cara migrasi bekerja adalah begitu arus dimulai dan orang-orang mulai mencari tahu bagaimana melakukan sesuatu: mendapatkan flat (rumah), melamar suaka, mencari pekerjaan atau memulai bisnis. Itu mendorong lebih banyak orang untuk pergi. Ini menjadi siklus yang terpenuhi dengan sendirinya," jelasnya.
Seorang pria bernama Vladimir (37), yang identitasnya belum sepenuhnya terungkap, menjadi salah satu warga yang ikut 'gelombang kedua' migrasi Rusia setelah perang. Mengutip Express.co.uk, ia serta keluarga dan bisnisnya telah mempersiapkan dokumen yang diperlukan untuk pindah ke Prancis. Ini baru selesai setelah proses aplikasi visa yang panjang.
"Di satu sisi, nyaman tinggal di negara tempat Anda dilahirkan. Tetapi di sisi lain, ini tentang keselamatan keluarga Anda," aku Vladimir.
Di sektor teknologi saja, hingga 70.000 profesional mungkin telah meninggalkan Rusia pada bulan pertama konflik, dan sebanyak 100.000 akan segera menyusul, menurut data kelompok perdagangan industri TI Rusia.
Pemilik bisnis yang menjalankan layanan perangkat lunak untuk restoran di Rusia mulai memindahkan perusahaan dan staf mereka ke luar negeri, memilih negara dengan akses aman ke modal, seperti Prancis, Inggris, Spanyol, dan Siprus.
Beberapa pekerja mandiri lainnya yang bergerak di sektor ini telah berbondong-bondong ke negara-negara dengan visa rendah termasuk Indonesia, Thailand dan Turki.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Goks! Tingkat Kepercayaan Warga Rusia ke Putin Naik Jadi 78%