
Profil Presiden Sri Lanka, dari Pahlawan hingga Jadi Pelarian

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, meninggalkan negaranya sejak Rabu (13/7/2022) dini hari waktu setempat. Ia kabur sesaat sebelum ratusan demonstran menyerbu kediaman resminya.
Ia pergi meninggalkan negara itu ke Maladewa. Ia pun melanjutkan 'pelariannya' ke negara lain, yakni Singapura.
Sebelum kabur, Gotabaya dan keluarganya dibawa ke lokasi yang dirahasiakan. Rekaman dari dalam kediamannya menunjukkan para demostran masuk ke dalam rumahnya, berenang di kolam serta menjelajahi ruangan lain di rumah megah milik Gotabaya.
Para demostran yang hadir menuntut agar Gotabaya mengundurkan diri karena krisis ekonomi Sri Lanka, yang masih berjalan hingga kini. Sebagaimana diketahui, Negeri Ceylon masih kekurangan uang, pemadaman listrik setiap hari, dan persediaan bahan bakar, makanan, dan kebutuhan pokok lainnya seperti obat-obatan hampir habis.
Hal yang sama juga sebelumnya telah dirasakan oleh Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa. Kakak laki-laki Gotabaya ini dipaksa mundur dari kekuasaannya pada Mei lalu. Mahinda kemudian mengundurkan diri setelah para pendukungnya menyerang pengunjuk rasa anti-pemerintah, yang memicu bentrokan mematikan di negara tersebut.
Meski kabur, Gotabaya, yang kini berusia 73 tahun, masih bertahan sebagai presiden dan mengabaikan seruan untuk berhenti, meskipun dia terpaksa menawarkan beberapa konsesi.
Ia bahkan mengalihkan beberapa kekuasaan eksekutifnya ke parlemen, dan menunjuk seorang veteran, Ranil Wickremesinghe, sebagai PM baru yang memimpin pemerintahan lintas partai yang diusulkan.
Namun berita itu disambut dengan kejutan dan kemarahan sebab Wickremesinghe, yang telah menjabat lima kali sebagai PM tetapi tidak pernah menyelesaikan masa jabatan penuh, dipandang sebagai sekutu dekat Gotabaya.
Lalu bagaimana Gotabaya, yang keluarganya telah berkuasa selama hampir dua dekade di Sri Lanka, malah berubah dari pahlawan menjadi pemimpin yang dicerca rakyatnya?
Dinasti politik keluarga Rajapaksa dimulai dari sang kakak, Mahinda, yang dianggap sebagai pahlawan oleh mayoritas orang Sinhala karena mengakhiri hampir tiga dekade perang saudara ketika pemberontak Macan Tamil dihancurkan pada 2009. Ini terjadi selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden.
Mahinda bahkan dibandingkan dengan raja-raja Buddhis Sinhala di parade kemenangan dan acara publik massal.
Analis politik veteran Kusal Perera dalam bukunya 'Rajapaksa: The Sinhala Selfie' tahun 2017 menyoroti peran keluarga Rajapaksa dalam politik negara dan bagaimana Mahinda mempersiapkan dirinya untuk kekuasaan.
Ayahnya adalah seorang anggota parlemen dan Mahinda secara bertahap naik dari pemimpin oposisi di parlemen menjadi perdana menteri pada tahun 2004.
Ketika dia menjadi presiden setahun kemudian, dia diangkat menjadi menteri pertahanan Gotabaya. Ini adalah lompatan karir yang besar bagi mantan perwira militer Sri Lanka yang hidup tenang di AS setelah pensiun.
Gotabaya maju untuk kampanye saudaranya dan menjadi terkenal, namun dari sini ia mendapatkan reputasi untuk kekejaman. Ini terjadi karena perbedaan kebijakan kepemimpinan antara Gotabaya dan Mahinda.
Putra sulung Mahinda, Namal, memang menyangkal bahwa kakak-beradik itu punya masalah. Namun ia mengatakan ayahnya selalu mendukung petani dan orang miskin, sementara Gotabaya memiliki pendekatan yang berbeda.
"Jelas ada perbedaan kebijakan antara presiden dan [mantan] perdana menteri," kata Namal, seminggu sebelum pengunduran diri Mahinda, melansir BBC International.
Setelahnya, Gotabaya mengatakan kepada orang-orang yang dekat dengannya bahwa dia tidak tertarik pada masa jabatan kedua tetapi ingin tetap memimpin negara keluar dari krisis ekonomi saat ini. Meski hal ini ditentang karena mayoritas rakyat sudah marah terhadap dinasti tersebut.
Rajapaksa sendiri sangat populer di kalangan komunitas Sinhala selama bertahun-tahun, meskipun ada tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan diskriminasi terhadap minoritas. Mereka juga disalahkan atas serangan pembunuhan terhadap media, tetapi hanya sedikit orang Sinhala yang berbicara menentang keluarga tersebut.
Akibat krisis ekonomi, rakyat Sri Lanka pun bersatu. Banyak komunitas Sri Lanka yang bersatu, termasuk pengunjuk rasa orang Sinhala yang menyuarakan dukungan untuk hak-hak minoritas.
Sri Lanka kini tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Sri Lanka tercatat tidak dapat membayar kembali utang luar negerinya sebesar US$51 miliar atau sekitar Rp766 triliun, dengan sekitar US$6,5 miliar (Rp97,6 triliun) di antaranya terutang ke China. Pemerintah menyatakan gagal bayar pada April dan sedang bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk kemungkinan dana talangan.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Update Chaos Sri Lanka, Ini Jadwal Pemilihan Presiden Baru
