Utang RI Bengkak Efek Perilaku Pejabat-Politisi Saat Pandemi?

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
Kamis, 14/07/2022 11:55 WIB
Foto: Ilustrasi utang (Aristya Rahadian Krisabella/CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 dinilai telah memicu maksimalisasi anggaran (budget maximizer) pada APBN dan APBD yang bermuara terhadap peningkatan utang. Hal tersebut perlu dikritisi seiring fakta koalisi partai politik pendukung pemerintah yang kian kuat sehingga tidak ada checks and balances di parlemen.

Penilaian itu disampaikan pendiri The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang juga Rektor Universitas Paramadina Didik Junaidi Rachbini dalam acara Advancing Debt and Economic Justice Through G20 Dialogue di Nusa Dua Beach Hotel and Spa, Bali, Kamis (14/7/2022). Acara ini merupakan side event dari The G20 Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG).

Dalam sambutannya, Didik menjelaskan secara teori, karakter pejabat dan politisi adalah maksimalisasi anggaran. Tujuannya agar mereka kembali menjabat di masa pemerintahan berikut.



"Sementara kalau pengusaha minimizing budget (minimalisasi anggaran) supaya ada profit dan perusahaannya itu berjalan dan minimizing budget dikontrol oleh market mechanism (mekanisme pasar). Sementara di politik, kebijakan utang, itu maximizing budget hanya bisa dikontrol dengan checks and balances, demokrasi. Tanpa kontrol itu tidak akan bisa," ujar Didik.

Dia menilai, keputusan pemerintah melebarkan defisit APBN tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 dimulai karena perilaku memaksimalkan anggaran. Imbasnya defisit pun melebar lebih dari 3% sebagaimana amanat UU Keuangan Negara.

"Di mana kita tahu ekspansi sangat besar, sementara efisiensi tidak diutamakan dan itu kemudian meninggalkan utang yang cukup besar. Dan ini perlu dikritisi karena ratusan bupati, wali kota, ribuan anggota parlemen di pusat dan daerah, maximizing budget ini kuat," kata Didik.

"Saya melihat justru dalam keadaan krisis Covid-19, pejabat-pejabat kemudian departemen-departemen, itu melakukan suatu kegiatan yang sangat banyak, pergi sana, pergi sini, dan seterusnya. Dan ini perlu dikritisi bahwa pemerintahan sekarang ini terlalu kuat. Karena 80% dari partai-partai itu dikuasai pemerintah sehingga tidak ada checks and balances di DPR, hanya media. Dan inilah saya kira pentingnya mengendalikan utang," lanjutnya.


Foto: Didik Junaidi Rachbini (Tangkapan Layar Youtube Indef).



Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, utang selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia. Menurut dia, pembicaraan itu sudah dimulai beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19, tepatnya 2015-2017.

Ketika pandemi Covid-19 terjadi, Suahasil mengatakan kalau pemerintah fokus menangani krisis kesehatan. Virus Corona penyebab Covid-19 harus ditangani, akan tetapi tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

Solusi yang mengemuka adalah vaksin. Akan tetapi, pada tahun 2020 belum ada vaksin sehingga pemerintah memutuskan menghentikan kegiatan ekonomi hingga sosial masyarakat. Timbul kemudian kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Foto: Suahasil Nazara (Tangkapan Layar Youtube Indef).

"Ini menimbulkan masalah ekonomi. Namun ini diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia," kata Suahasil.

Apa masalah ekonomi yang ditimbulkan? Masyarakat tidak berinteraksi sehingga kegiatan ekonomi turun. Di dalam bahasa ekonomi, lanjut Suahasil, ketika konsumsi, investasi, hingga ekspor dan impor turun, maka government expenditure (belanja pemerintah) harus menjadi countercyclical factor (faktor kontrasiklus).

"Makanya meskipun pemerintah mengalami penurunan pendapatan negara karena kegiatan ekonomi turun, namun belanja negaranya tidak boleh turun. Kenapa? Karena kita harus melindungi masyarakat, kita harus tetap menjalankan aktivitas ekonomi pemerintah, melakukan aktivitas pelayanan publik, kita malah harus meningkatkan kapasitas kesehatan kita," ujar Suahasil.

"Maka yang terjadi di 2020 pendapatan negara turun drastis, sementara belanja harus meningkat. Kita tidak memiliki objective budget maximizer. Pemerintah memiliki tujuan melindungi segenap bangsa dan negara dari ancaman apapun yang ada di luar dan menjalankan pelayanan publik," lanjutnya.

Oleh karena itu, menurut Suahasil, defisit APBN meningkat lantaran pendapatan menurun sementara belanja meningkat. Per 2020, defisi APBN melesat menjadi 6,1%.

"Ini adalah respons negara dan tentu respons negara ini dilakukan dengan cara yang baik, tata kelola yang baik, untuk Indonesia dan memang dukungan politik. Kita mendapatkan dukungan dalam bentuk Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dan mendapatkan blessing dari parlemen," kata Suahasil.

Akademisi dari Universitas Indonesia itu pun menjelaskan kalau tahun lalu, pemerintah berupaya menurunkan defisit APBN. Namun, kemunculan virus Corona varian Delta telah mendorong peningkatan kasus Covid-19 secara masif di tanah air.

Akibatnya, lanjut Suahasil, pemerintah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM berlaku leveling antara 1-4.

"Data menunjukkan 2021 kita juga masih menurunkan defisit namun defisit kita masih di atas 3%. Tahun 2022 kita masih berupaya menurunkan defisit kita sehingga yang namanya APBN bisa melandai defisitnya karena itu artinya APBN yang kita upayakan untuk lebih sehat," ujar Suahasil.

"APBN perlu sehat karena APBN pada masa sulit seperti 2022 harus bekerja keras menjadi shock absorber dari shock masyarakat. Tentu APBN harus kuat, memiliki ruang fiskal, dengan demikian upaya penurunan defisit yang berarti secara utang kita melakukan pelandaian dari penerbitan-penerbitan utang secara tambahannya," lanjutnya.

Lebih lanjut, Suahasil mengatakan, amanat UU Nomor 2 Tahun 2020 adalah defisit APBN harus kembali di bawah 3%. Ia menjanjikan pemerintah akan berupaya keras mewujudkan hal tersebut.

"Ini adalah pilihan-pilihan kebijakan yang harus kita lakukan dan kita lakukan dengan teknokratik, sangat baik," kata Suahasil.


(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menkes Dipanggil Presiden, Lapor Soal Covid-19 & Cek Kesehatan