Harga LPG Nonsubsidi Naik, Apa Dampaknya ke Indonesia?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
13 July 2022 11:15
Pekerja mengangkut gas elpiji 12 kg di kawasan Jakarta, Senin (11/7/2022). PT Pertamina (Persero) menetapkan harga terkini Bright Gas 5,5 kg menjadi Rp 100.000 dan Bright Gas 12 kg/Elpiji 12 kg menjadi Rp 213.000. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja mengangkut gas elpiji 12 kg di kawasan Jakarta, Senin (11/7/2022). PT Pertamina (Persero) menetapkan harga terkini Bright Gas 5,5 kg menjadi Rp 100.000 dan Bright Gas 12 kg/Elpiji 12 kg menjadi Rp 213.000. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) per 10 Juli 2022 melakukan penyesuaian kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi di masyarakat. Kenaikan harga LPG 5,5 kg hingga 12 kg itu dinilai bisa berkontribusi terhadap inflasi di Indonesia, bahkan angka inflasi diproyeksikan dapat menyentuh 5% sampai 5,5% pada tahun ini.

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menilai semakin tinggi disparitas harga barang subsidi dan non-subsidi maka semakin tinggi pula migrasi penggunanya.

Sementara di saat yang bersamaan pemerintah juga berupaya melakukan berbagai pengendalian dan pembatasan dalam penyaluran LPG subsidi agar lebih tepat sasaran.

Menurut Bhima, masyarakat terutama kelas menengah akan menghabiskan uang lebih banyak untuk biaya kebutuhan hidup. Sedangkan daya beli kelas menengah akan turun dan berdampak terhadap penjualan berbagai produk sekunder dan tersier.

"Siap-siap penjualan rumah, kendaraan bermotor, elektronik akan turun. Sementara masyarakat atas cenderung lakukan saving atau menahan diri untuk belanja karena ini menunjukkan sinyal inflasi akan tinggi tahun ini," ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (11/7/2022).

Bhima menilai jika pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan LPG subsidi 3 kg, ia khawatir akan timbul masalah baru. Pasalnya, masalah pendataan untuk menentukan kriteria yang masuk golongan subsidi dan non-subsidi perlu perbaikan secara menyeluruh.

Pemerintah sebenarnya bisa saja melakukan opsi lainnya dalam mengatasi kenaikan harga LPG yang terus melonjak. Salah satunya seperti dengan mendorong pembangunan jargas untuk mengurangi ketergantungan pada LPG impor yang nilainya Rp 80 triliun.

"Windfall dari pendapatan pajak dan PNBP komoditas ekspor, sebaiknya sebagian disisihkan untuk bangun jaringan pipa jargas. Itu solusi tapi selama ini progressnya lambat dan kurang jadi prioritas," katanya.

Seperti diketahui, Pertamina baru saja melakukan penyesuaian harga yang berlaku pada 10 Juli 2022 untuk LPG non subsidi. Adapun untuk LPG 3 Kg non subsidi berwarna pink dipatok menjadi Rp 58 ribu per tabung.

Sementara untuk harga LPG 5,5 kg naik menjadi Rp 100.000 - Rp 127.000 per tabung. Sedangkan untuk LPG 12 kg rata-rata harganya mencapai Rp 213.000 - Rp 270.000 per tabung dilihat berdasarkan wilayahnya.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menjelaskan bahwa kenaikan Contract Price Aramco (CPA) yang menjadi dasar acuan pembentuk harga LPG menjadi pertimbangan tersendiri bagi perusahaan pelat merah ini melakukan penyesuaian harga. Apalagi di bulan Juli ini angkanya sudah tembus ke level US$ 725 per metric ton.

"Harga CPA- nya masih tinggi, untuk Juli saja masih di US$ 725 per metric ton," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/7/2022).


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Tegaskan Harga LPG 3 Kg Tidak Berubah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular