Terungkap! Ini Alasan Pertamina Naikkan Harga BBM & LPG

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) resmi menyesuaikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi di masyarakat. Kebijakan tersebut dilakukan di tengah kenaikan tren harga minyak mentah dunia dan juga Contract Price Aramco (CPA) yang terus meningkat pada bulan Juli ini.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan untuk BBM Non Subsidi mengalami kenaikan karena harus disesuaikan dengan harga pasar. Meskipun kenyataanya, harga yang dipatok Pertamina masih di bawah harga produk BBM yang dijual badan usaha swasta lainnya.
"Itu disesuaikan sesuai formula yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. Jadi secara berkala, jika harga minyak dunia yang juga terefleksi dengan ICP maka dengan menggunakan format tersebut, harga BBM non subsidi memang dinaikkan. Ini bisa naik dan turun menyesuaikan harga minyak mentah," kata dia dalam Economic Challenges, Selasa Malam (12/7/2022).
Adapun rinciannya yakni untuk Pertamax Turbo (RON 98) naik dari awalnya Rp 14.500 per liter menjadi Rp 16.200 per liter, Dexlite naik dari Rp 12.950 per liter menjadi Rp 15.000 per liter.
Kemudian, Pertamina Dex naik dari Rp 13.700 per liter menjadi Rp 16.500 untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menjelaskan bahwa kenaikan CP Aramco yang menjadi dasar acuan pembentuk harga LPG menjadi pertimbangan tersendiri bagi perusahaan pelat merah ini melakukan penyesuaian harga. Apalagi di bulan Juli ini angkanya sudah tembus ke level US$ 725 per metric ton.
"Harga CPA- nya masih tinggi, untuk Juli saja masih di US$ 725 per metric ton," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/7/2022).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov sebelumnya menilai kenaikan harga LPG non subsidi cukup rasional dilakukan mengingat harga bahan bakunya juga mengalami kenaikan. Adapun Contract Price Aramco(CPA) pada Juli ini sudah menyentuh US$ 725 per metric ton, naik 13% dibandingkan tahun 2021.
"Lonjakan harga CPA tersebut sangat berpengaruh terhadap harga keekonomian LPG apalagi 79,9% LPG Indonesia berasal dari impor," ujar Abra kepada CNBC Indonesia, Senin (11/7/2022).
Sehingga, penyesuaian harga non subsidi ini memang sulit untuk dihindari. Apalagi penyesuaian hanya berlaku untuk produk non subsidi, sehingga menjadi wajar bagi badan usaha baik itu BUMN maupun swasta untuk menyesuaikan harga produk yang mengikuti harga keekonomian.
Adapun, dengan adanya kenaikan harga dari LPG non subsidi, maka konsekuensinya adalah perpindahan pengguna LPG non subsidi ke LPG subsidi akan semakin besar. Hal tersebut dapat diketahui dari adanya migrasi perpindahan ke LPG subsidi sejak beberapa bulan lalu.
Terutama pada periode 3 Maret - 30 April 2022, penjualan LPG 3kg bersubsidi mengalami lonjakan kenaikan hampir 2% setelah adanya kenaikan harga LPG nonsubsidi di bulan Desember 2021 dan Februari 2022.
"Dari awal Maret sampai akhir April ada kenaikan 2% akibat kenaikan harga LPG yang non subsidi. Ditambah lagi ada penyesuaian yang ketiga terhadap LPG non subsidi tentu ini berpotensi mempercepat shifting dari non subsidi ke subsidi," kata dia.
Seperti diketahui, Pertamina baru saja melakukan penyesuaian harga yang berlaku pada 10 Juli 2022 untuk LPG non subsidi. Adapun untuk LPG 3 Kg non subsidi berwarna pink dipatok menjadi Rp 58 ribu per tabung.
Sementara untuk harga LPG 5,5 kg naik menjadi Rp 100.000 - Rp 127.000 per tabung. Sedangkan untuk LPG 12 kg rata-rata harganya mencapai Rp 213.000 - Rp 270.000 per tabung dilihat berdasarkan wilayahnya.
[Gambas:Video CNBC]
Harga BBM & LPG Non subsidi Naik, Waspada Inflasi!
(pgr/pgr)