Harga LPG Non Subsidi Naik, Waspada Kuota LPG Subsidi Jebol

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 12/07/2022 13:30 WIB
Foto: Pekerja menata tabung gas liquified petroleum gas (LPG) 3kg di Manggarai, Jakarta, Kamis (30/6/2022). PT Pertamina (Persero) akan memperketat pembelian LPG 3kg. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) per 10 Juli 2022 baru saja melakukan penyesuaian kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi di masyarakat seperti misalnya LPG 5,5 Kg (bright gas) dan LPG 12 kg. Kenaikan harga LPG bukan penugasan pemerintah itu ditakutkan terjadi migrasi pengguna.

Dengan adanya migrasi, secara otomatis, orang-orang yang tidak berhak membeli LPG subsidi seperti LPG melon 3 kg itu menjadi semakin membeludak dan mengancam konsumsi LPG 3 kg pada tahun ini.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov menilai dengan adanya disparitas harga antara LPG subsidi dengan non subsidi, maka sudah pasti perpindahan dari pengguna LPG non subsidi ke subsidi tak terbendung.


Sehingga ia memprediksi kuota LPG yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini sebanyak 8 juta metrik ton akan jebol.

"Sementara kuota LPG subsidi terbatas. Itu akan terjadi potensi over kuota terhadap LPG 3 kg kalau pemerintah tidak segera mempercepat transformasi subsidi yang lebih tepat sasaran, ada konsekuensi nya over kuota," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/7/2022).

Apalagi realisasi penjualan LPG sampai Mei sendiri tercatat telah mencapai 3,2 juta metrik ton. Sehingga dengan adanya kenaikan LPG non subsidi maka hal itu hanya akan mempercepat over kuota karena adanya perpindahan penggunaan yang cukup masif.

"Mau gak mau pemerintah harus terpaksa menambah kuota LPG subsidi menambah kompensasi atau anggaran subsidi kalau pemerintah gak juga mempercepat pembatasan penjualan lpg subsidi 3 kg. Jadi pilihan dua mempercepat kebijakan subsidi tertutup kalau gak siap pemerintah menambah," katanya.

Menurut Abra migrasi perpindahan ke LPG subsidi sudah dapat dilihat sejak beberapa bulan lalu. Terutama pada periode 3 Maret - 30 April 2022, penjualan LPG 3kg bersubsidi mengalami lonjakan kenaikan hampir 2% setelah adanya kenaikan harga LPG non subsidi di bulan Desember 2021 dan Februari 2022.

"Dari awal Maret sampai akhir April ada kenaikan 2 persen akibat kenaikan harga LPG yang non subsidi. Ditambah lagi ada penyesuaian yang ketiga terhadap LPG non subsidi tentu ini berpotensi mempercepat shifting dari non subsidi ke subsidi," kata dia.

Abra menyebut kenaikan harga LPG non subsidi cukup rasional mengingat harga bahan bakunya juga mengalami kenaikan. Adapun Contract Price Aramco(CPA) sebagai acuan penetapan harga LPG per Juli sudah menyentuh US$ 725 per metric ton, naik 13% dibandingkan tahun 2021.

"Lonjakan harga CPA tersebut sangat berpengaruh terhadap harga keekonomian LPG apalagi 79,9% LPG Indonesia berasal dari impor," ujarnya.

Penyesuaian harga non subsidi ini memang sulit untuk dihindari. Apalagi penyesuaian hanya berlaku untuk produk non subsidi, sehingga menjadi wajar bagi badan usaha baik itu BUMN maupun swasta untuk menyesuaikan harga produk yang mengikuti keekonomian.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menjelaskan bahwa kenaikan CP Aramco yang menjadi dasar acuan pembentuk harga LPG menjadi pertimbangan tersendiri bagi perusahaan pelat merah ini melakukan penyesuaian harga. Apalagi di bulan Juli ini angkanya sudah tembus ke level US$ 725 per metric ton.

"Harga CPA- nya masih tinggi, untuk Juli saja masih di US$ 725 per metric ton," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/7/2022).


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 80% LPG RI Berasal Dari Impor!