Boris Johnson Mundur, Kremlin: Itu 'Karma' Dukung Ukraina
Jakarta, CNBC Indonesia - Pihak Rusia angkat bicara mengenai lengsernya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Mereka menilai kejadian yang menimpa Johnson merupakan balasan karena mempersenjatai Ukraina melawan Rusia.
Tidak hanya dari pemerintahan, hingga parlemen, orang kaya di Rusia juga seperti bergembira atas apa yang menimpa Eks PM Inggris ini.
"Dia tidak menyukai kita. Kita juga tidak menyukainya," kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov sesaat sebelum Johnson berdiri di Downing Street untuk mengumumkan pengunduran dirinya, dikutip dari Reuters, Sabtu (9/7/2022).
Taipan Rusia Oleg Deripaska mengatakan kepada Telegram bahwa itu adalah "akhir yang memalukan untuk badut bodoh yang hati nuraninya akan dirusak oleh puluhan ribu nyawa dalam konflik tidak masuk akal di Ukraina ini".
Ketua Majelis Rendah Parlemen Rusia Vyacheslav Volodin juga mengatakan "Badut itu pergi".
"Dia adalah salah satu ideolog utama perang melawan Rusia hingga akhir di Ukraina. Para pemimpin Eropa harus memikirkan ke mana arah kebijakan seperti itu," tambahnya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova juga mengatakan kejatuhan Johnson adalah kemunduran Barat. Di mana mereka tengah terbelah oleh krisis politik, ideologi, dan ekonomi.
"Moral dari cerita ini adalah jangan berusaha untuk menghancurkan Rusia," kata Zakharova.
"Rusia tidak dapat dihancurkan. Anda dapat mematahkan 'gigi' sendiri dan kemudian tersedak," ujarnya.
Johnson mundur karena skandal yang melibatkan seorang anggota parlemennya di Partai Konservatif Britania Raya Chris Pincher. Ia sebelumnya ditunjuk Johnson untuk menjabat posisi penting Deputy Chief Whip, posisi yang mengatur kontribusi partai untuk bisnis parlemen.
Pincher sendiri sejak minggu lalu sudah di-skors. Ia diselidiki oleh badan pengawas parlemen terkait tuduhan pelecehan seksual setelah meraba-raba dua pria yang dalam keadaan mabuk.
Kejadian itu berlangsung 29 Juni saat ia menghadiri acara di sebuah The Conservative Friends of Cyprus, organisasi relawan Partai Konservatif Britania Raya. Laporan pelecehan itu diketahui seorang anggota parlemen yang kemudian melaporkannya ke Chris Heaton-Harris, sekretaris parlemen.
Pincher akhirnya memutuskan mundur dari jabatannya. Ia mengaku tengah mabuk kala kejadian terjadi.
Skandal ini kemudian beralih ke Johnson. Menurut Express mengutip juru bicara kantor sekaligus tempat tinggal PM Inggris, Downing Street, ia telah di-briefing sejumlah komplain terkait perilaku Pincher di 2019, ketika hendak memilihnya di 2022.
Namun publik kemudian menyayangkan kenapa ia tetap dipilih Johnson. Menurut catatan media The Guardian, Pincher juga telah memiliki sejumlah kasus dan tuntutan sejak 2017.
Hal ini kemudian membuat Johnson meminta maaf Selasa lalu. Ia mengakui kesalahannya.
Johnson sendiri dikenal sebagai pendukung keras Ukraina dalam perang. Ia sempat menyebut serangan Putin ke Ukraina adalah "contoh sempurna dari maskulinitas beracun".
(vap/vap)