Alert! Lifting Minyak Mentah RI Semakin Susut

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
08 July 2022 18:50
Oil pump silhouette at night. Foto: kotkoa / Freepik
Foto: kotkoa / Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membeberkan produksi minyak siap jual atau lifting di tahun ini hanya dapat mencapai 640 ribu barel per hari. Hal tersebut terjadi imbas dari adanya pandemi covid-19 yang membuat beberapa proyek migas terkendala.

Kepala SKK Miga Dwi Soetjipto mengatakan bahwa tekanan dari pandemi Covid-19 telah membuat sejumlah pengerjaan proyek migas menjadi mundur. Sehingga berdampak pada capaian produksi lifting minyak secara nasional yang pada tahun ini targetkan sebesar 703.000 barel per hari.

"Kondisi terakhir kan setelah ada pandemi itu kan outlook kita di tahun 2022 ini nanti itu kita targetkan sekitar 640 ribu barel per hari (bph)," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (8/7/2022).

Dengan begitu, maka target lifting minyak untuk tahun depan akan berada di level 660 ribu bph. Adapun pemerintah dan DPR telah menyepakati asumsi lifting minyak pada rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023 di sekitar 660.000-680.000 barel per hari. "Outlook kita harapkan di 640 ribu bph," katanya.

Praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan sebelumnya menilai secara sumber daya dan prospek geologis, Indonesia masih sangat menarik untuk para investor-investor minyak dan gas (migas).

Meski demikian, iklim investasi di Indonesia masih kurang menarik bagi investor migas. Sehingga perlu dilakukan perubahan secara menyeluruh dalam ke birokrasian.

"Terutama "contract sanctity" (kepastian hukum) tanpa ada perubahan, Indonesia hanya menjadi tujuan market karena konsumsi yang besar dan didukung dengan tidak efisiensi konsumsi energinya," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/7/2022).

Menurut Tumbur produksi migas RI akan naik apabila ada penemuan baru. Sementara, penemuan baru hanya dapat dilakukan dengan adanya kegiatan eksplorasi yang secara masif.

Di sisi lain, peran teknologi dan investasi yang cukup besar juga sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan eksplorasi tersebut. "Jadi tanpa adanya perubahan iklim investasi yang signifikan dan tanpa adanya eksplorasi besar-besaran jangan pernah berharap akan naik produksi migas di Indonesia," ujarnya.

Tumbur menyadari, setiap tahun laju penurunan produksi minyak di Indonesia jauh lebih besar dari peningkatan produksi. Hal tersebut tentu akan berdampak pada perekonomian negara.

Pasalnya, 60-80% ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh sektor migas. Misalnya seperti yang terjadi saat ini, ketika harga migas naik, maka subsidi energi turut melonjak dan berdampak pada biaya logistik yang berpengaruh pada harga bahan pokok dan menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.

"Ini baru permulaan. Kalau kondisi ini terus terjadi pertumbuhan GDP, ekonomi tidak akan bisa berjalan sesuai dengan targetnya," kata dia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh Biyung, Target Lifting Minyak di RAPBN 2023 Makin Tipis!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular