Internasional

Ini 6 Negara-Wilayah yang Kena Resesi Tahun Depan, Ada RI?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
06 July 2022 08:55
Ilustrasi Resesi (Photo by MART/Pexels)
Foto: Ilustrasi Resesi (Photo by MART/Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Para ekonomi dari perusahaan pialang Nomura holdings mengatakan akan ada enam, lima negara dan satu wilayah, yang akan masuk jurang resesi ekonomi tahun depan. Hal ini terlihat dari gerak bank sentral yang sangat agresif memperketat kebijakan moneter untuk melawan lonjakan inflasi.

Mengutip CNBC International, Kepala Riset Pasar Global Nomura, Rob Subbaraman, mengatakan negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Australia, Korea Selatan (Korsel), dan juga zona Euro (Eropa).

"Saat ini bank sentral ... telah beralih ke mandat tunggal dan itu untuk menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter adalah aset yang terlalu berharga untuk hilang. Jadi mereka akan menjadi sangat agresif," ujarnya dikutip Rabu, (6/7/2022).

"Itu berarti kenaikan tarif front loading. Kami telah menunjuk selama beberapa bulan tentang risiko resesi dan kami telah menggigit peluru. Dan sekarang kita memiliki banyak negara maju yang benar-benar jatuh ke dalam resesi."

Subbaraman menambahkan bahwa bank-bank sentral di seluruh dunia sebelumnya telah mempertahankan "kebijakan moneter super longgar" terlalu lama dengan harapan inflasi akan bersifat sementara. Namun saat ini mereka harus mengejar ketinggalan dan mencoba untuk mendapatkan kembali kendali atas inflasi.

"Satu hal lagi yang saya tunjukkan ketika Anda memiliki banyak ekonomi yang melemah, Anda tidak dapat mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan. Itulah alasan lain mengapa menurut kami risiko resesi ini sangat nyata dan kemungkinan akan terjadi," katanya.

Untuk AS, Nomura memperkirakan resesi dangkal. Meski demikian, ini akan panjang hingga lima kuartal, mulai dari kuartal terakhir 2022.

"AS akan jatuh ke dalam resesi, pertumbuhan PDB kuartal-ke-kuartal yang begitu negatif, dimulai pada Q4 tahun ini. Ini akan menjadi resesi yang dangkal tapi panjang. Kami memilikinya selama lima kuartal berturut-turut, "papar Subbaraman.

The Fed AS dan Bank Sentral Eropa termasuk di antara mereka yang berusaha merusak rekor inflasi dengan kenaikan suku bunga. The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin ke kisaran 1,5% hingga 1,75% pada bulan Juni.

Kepala The Fed Jerome Powell telah mengindikasikan mungkin ada kenaikan lagi sebesar 50 atau 75 basis poin pada bulan Juli.

"The Fed akan memperketat ke dalam resesi ini dan karena kami melihat inflasi sebagai sesuatu yang lengket, itu (suku bunga) akan tetap tinggi. Akan sulit untuk turun," terangnya lagi.

Untuk beberapa ekonomi menengah seperti Australia, Kanada, dan Korsel, ada ancaman yang tersimpan dari bidang perumahan. Saat ini sektor perumahan di negara itu sedang mengalami ledakan permintaan dan kenaikan suku bunga dikhawatirkan merusak pasar properti.

"Mereka berisiko mengalami resesi yang lebih dalam dari perkiraan jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan perumahan dan deleveraging," tulis laporan yang dijelaskan Subbaraman itu.

Lebih lanjut, Subbaraman juga memberikan penjelasan terkait China. Menurutnya, China memiliki tren cukup aneh dimana kebijakan nol-Covid tetap diterapkan sementara ekonominya diprediksi bebas dari resesi.

"Yang aneh adalah China, yang pulih dari resesi karena ekonomi dibuka di tengah kebijakan akomodatif, meskipun berisiko penguncian baru dan resesi lain, selama Beijing tetap pada strategi nol-Covid," ujarnya lagi.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jepang Resesi, Bukan Ekonomi Terbesar ke-3 Dunia Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular