Sedih! Petani Padi RI Merugi Rp250 Ribuan Setiap Musim Tanam

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Selasa, 05/07/2022 17:05 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani padi di dalam negeri dikabarkan merugi ratusan ribu setiap musim tanam. Pasalnya, harga jual di tingkat petani selalu di bawah harga pemerintah. Sementara, biaya terus naik.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pergerakan harga rata-rata gabah dan beras pada bulan Juni 2022 melandai dibandingkan Mei 2022.

Pada bulan Juni 2022, harga gabah kering panen (GKP) tumbuh 1,7% dibandingkan Mei 2022, lebih rendah jika dibandingkan Mei 2022 yang naik 2,12% dibandingkan April 2022.


Harga beras di penggilingan turun 0,30% pada Juni 2022 dibandingkan Mei 2022, lebih dalam dibandingkan Mei 2022 yang turun 0,43% dari April 2022.

Harga beras eceran bulan Juni 2022 turun 0,06% dari Mei 2022, membaik dibandingkan Mei 2022 yang turun 0,16% dari April 2022.

Hanya harga di tingkat grosir yang naik, dimana pada Juni 2022 naik 0,01% dibandingkan Mei 2022, sementara mei 2022 dibandingkan April 2022 terjadi penurunan 0,07%.

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan, dalam kurun 10 tahun terakhir, harga gabah di tingkat petani hanya naik sekitar 27%. Padahal, tingkat inflasi sudah naik sekitar 43%.

"Dan, dari hasil survei di jaringan petani kami, harga gabah petani itu selalu lebih rendah dibandingkan HPP (harga pembelian pemerintah). AB2TI ada di sentra-sentra produksi. Terpantau memang ada penurunan serapan pemerintah sehingga harga di petani terus turun," kata Dwi Andreas kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/5/2022).

Hasil survei AB2TI menunjukkan, harga GKP di petani itu Rp4.156 per kg di bulan Juni 2022, naik dari posisi April 2022 yang Rp3.833 per kg.

"Wajar naik di bulan Juni karena panen sudah sedikit. Tapi mirisnya, yang menyengsarakan petani adalah harga selama 4 bulan terakhir selalu di bawah HPP, Rp4.200 per kg. Tahun ini memang sangat sulit bagi usaha tani," katanya.

Sementara harga beras di tingkat usaha tani di bulan April 2022 adalah Rp8.761 per kg, lalu anjlok ke Rp7.525 di bulan Mei 2022, dan kembai naik ke Rp8.294 di bulan Juni 2022.

Pemerintah sendiri melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah Untuk Gabah atau Beras menetapkan HPP Rp4.200 per kg GKP, Rp5.300 per kg gabah kering giling (GKG), dan Rp8.300 per kg beras. Harga tersebut adalah di tingkat petani.

Besaran HPP ini adalah perubahan dari Instruksi Presiden (Inpres) No 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/ Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Dimana HPP di tingkat petani sebelumnya adalah Rp3.700 per kg GKP, Rp4.600 per kg GKG, dan Rp7.300 per kg GKP.

Dimana, HPP berlaku sebelumnya diatur dalam Inpres No 3/2012. HPP di tingkat petani kala itu adalah Rp2.640 per kg GKP, Rp2.685 per kg GKG, dan Rp5.060 per kg beras.

"Tahun 2019, kami melakukan survei, dimana untuk memproduksi 1 kg GKP itu biayanya Rp4.523. Karena itulah, sejak tahun 2019 kami terus meminta pemerintah menaikkan HPP. Karena, jika dibandingkan tahun 2012, HPP saat ini hanya naik 27% sementara inflasi sudah naik 435. Pemerintah mau bela siapa?," tukas Dwi Andreas.

Hanya saja, kondisi ini diakui tidak membuat petani padi di dalam negeri berontak. Meski, selama 10 tahun usaha tani padi tidak lagi menguntungkan.

"Kami baru saja diskusi dengan jaringan petani AB2TI, di Karanganyar itu, petani selalu merugi Rp250 ribu setiap musim tanam," kata Dwi Andreas.

"Petani itu sudah pasrah. Usaha produksi pangan nggak menguntungkan lagi. Ini dampaknya ya dia akan lepas dari dunia pertanian, artinya menjual lahannya. Atau, sudah pasrah, hidup sekedarnya saja. Tanam padi hanya biar dia aman saja, punya stok beras di rumahnya," dia menambahkan.

Pengamat Pertanian Khudori menambahkan, diamnya petani padi meski harga gabah tak lagi menguntungkan, karena tidak memiliki organisasi solid yang jadi wadah mereka, seperti petani tebu maupun sawit.

"Mereka itu petani gurem. Lahannya kecil-kecil. Pendapatan dari usaha tani tak menutupi kebutuhan keluarga. Justru pendapatan terbesar dari luar usaha tani. Bagi petani padi gurem, usaha tani sudah tak bisa lagi menopang kebutuhan hidupnya secara penuh. Jadi, pendapatan dari luar usaha tani justru lebih penting," kata Khudori.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bapanas Jamin Bansos Beras 10Kg Tepat Sasaran & Berkualitas