Beda DPR & Ahli Soal Harga BBM Perlu Naik atau Tidak

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Kamis, 30/06/2022 15:50 WIB
Foto: Warga mengisi bensin di Kawasan SPBU Kuningan Rasuna Said, Jakarta, Selasa, 28/Juni/2022. PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Patra Niaga berencana mengatur pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Khusus Penugasan (JBKP) seperti Pertalite dan juga BBM Solar Subsidi. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggaran subsidi energi yang mencapai Rp 520 triliun untuk menahan harga di tingkat konsumen terus menimbulkan perdebatan publik. Pasalnya saat ini subsidi energi diketahui tidak tepat sasaran.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan Indonesia sebagai net oil importir harus hati-hati dengan kebijakan energi ke depannya. Karena produksi di tanah cenderung menurun.


"Sekarang hanya sekitar 600.000 per barel per hari, sedangkan konsumsi kita terus meningkat," jelas David kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (30/6/2022).

Menurut David, pemerintah bisa saja menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun ini, karena ketidakpastian harga komoditas yang cukup tinggi masih berlangsung sampai tahun depan.

Kenaikan harga BBM di dalam negeri, kata David sebagai antisipasi jika terjadi kondisi geopolitik yang memburuk, yang menyebabkan harga minyak mentah dunia kembali meningkat.

"Jadi, sebenarnya ada semacam hedging, kita menaikan dulu mungkin tidak perlu 100% sesuai harga keekonomiannya, misalnya (naik) 10% sampai 20%, kita hitung-hitung mungkin akan jauh lebih aman buat APBN," jelas David. Mengingat pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan defisit APBN di bawah 3% tahun depan.

Senada juga disampaikan oleh Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menjelaskan ilmu ekonomi adalah ilmu untuk memilih. Dengan sumber daya terbatas, karena keinginan tidak terbatas.

Ilmu itu, kata Berly perlu diterapkan di tahun ini. Karena saat ini penerimaan belum pulih, belanja pemerintah naik karena pandemi Covid-19 dan pengendalian harga pangan masih menjadi prioritas.

"Jadi apakah layak untuk kita hambur-hamburkan ke subsidi energi?," jelas Berly.

Foto: BKF Kemenkeu (Dok. BKF Kemenkeu)
BKF Kemenkeu (Dok. BKF Kemenkeu)

Padahal, kata Berly Presiden Joko Widodo (Jokowi) di masa jabatan Presiden RI pada 2014 telah berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan produktivitas, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

"Sudah ada formulanya untuk yang tidak mampu. Ada perlindungan sosial, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang digunakan untuk jaga daya beli masyarakat. Rumusnya, metode dan kebijakannya sudah ada. Diingat lagi dan diterapkan saja kembali," jelas Berly.

"Lebih baik disiapkan mekanisme pengendalian inflasi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP), dengan logistik khususnya buat sembako dan menyiapkan kompensasi," kata Berly lagi.

Sementara itu, pandangan lain datang dari Kepala Badan Anggaran DPR Said Abdullah. Said memandang Pertamina tidak ada urgensi untuk menaikan harga, karena pemerintah telah menyiapkan kompensasi dan subsidi hingga Rp 520 triliun.

"Harga Pertalite Rp 7.650 per liter, harga keekonomiannya Rp 12.566 per liter. Sehingga spreadnya tidak begitu besar seperti yang dibayangkan sampai Rp 30.000 per liter," jelas Said.

"Sehingga tidak ada urgensi untuk menaikan Pertalite, karena kompensasi dan subsidinya sudah kami siapkan," kata Said melanjutkan.

Sementara harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) melalui subsidi Rp 520 triliun, diproyeksikan harga minyak mencapai rata-rata US$ 100 per barel. Artinya anggaran pemerintah masih cukup untuk memberikan subsidi dan kompensasi terhadap Pertalite.

"Sehingga kita tidak perlu ada ketakutan berlebihan. Insya Allah Pertamina tidak kelabakan untuk tetap mempertahankan (Harga) Pertalite dan itu perintah konstitusi," jelas.

"Kenapa kita tidak menaikan, persoalannya adalah memang sengaja sepakat untuk tidak menaikan, agar daya beli masyarakat kita tidak tergerus dengan kenaikan BBM," kata Said lagi.


(cap/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Mei 2025 Defisit Rp 21T, Menkeu Klaim Masih Kecil