Eropa Minta Batu Bara Tapi Produksi RI Masih Mini, Lha Piye..
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa upaya untuk memenuhi kebutuhan batu bara Eropa tidaklah mudah. Pasalnya, capaian produksi sampai Mei saja baru mencapai 41% dari target produksi nasional.
Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif mengatakan bahwa terdapat sejumlah tantangan dalam upaya meningkatkan produksi batu bara nasional. Mulai dari ketersediaan alat berat hingga cuaca di lokasi tambang.
Oleh sebab itu, guna memenuhi kebutuhan batu bara Eropa, maka produsen batu bara perlu upaya ekstra. "Produksinya saja baru 41% dari target sampai dengan Mei," kata Irwandy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (24/6/2022).
Mengacu data MODI Kementerian ESDM, sampai pada 24 Juni 2022, produksi batu bara Indonesia sudah mencapai 288,95 juta ton atau 43,58% dari target produksi batu bara 2022 yang mencapai 663 juta ton.
Sampai pada saat ini, terdapat empat negara di Eropa telah melirik untuk membeli batu bara asal Indonesia. Adapun keempat negara tersebut diantaranya yakni Jerman, Spanyol, Italia, dan Belanda.
Irwandy mengatakan setidaknya empat negara tersebut baru sebatas penjajakan awal. Sehingga belum diketahui secara pasti berapa volume produksi yang akan digenjot Indonesia untuk memenuhi batu bara yang diminta oleh negara-negara tersebut.
"Ya enggak tahu (penambahan produksi) semula saja belum dicapai. Kalau misalnya hujan agak berhenti ya lumayan itu," ujar Irwandy ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (24/6/2022).
Di samping itu, menurutnya jika Indonesia ingin menjual batu bara ke Eropa, paling tidak kualitasnya harus memenuhi kebutuhan mereka. Pasalnya, Eropa pada umumnya menggunakan batu bara kualitas di atas 5.500 kalori/kg.
"Kalau kontrak yang ada sudah penuh ya gimana? Kecuali dia (produsen tambang) menambah produksi berapa itu yang harus kita ketahui. Belum tahu kita jumlah persis produksinya," ujarnya.
Senada, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli sebelumnya menilai bahwa upaya peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan ekspor cukup menantang. Setidaknya ketersediaan alat berat dan alat angkut menjadi tantangan tersendiri.
"Pertama adalah bahwa saat ini juga terjadi kelangkaan suplai alat berat yang dibutuhkan untuk peningkatan produksi itu agak sulit," kata dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/6/2022).
Di samping itu, ketersediaan alat berat untuk kegiatan tambang juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Paling tidak penambang harus menunggu terlebih dahulu sekitar 12 hingga 15 bulan lamanya.
"Yang satu lagi adalah alat angkut yang kita kebanyakan kita gunakan, misalnya tongkang nah ini sulit untuk didapatkan sehingga ini bisa jadi penghambat," ujarnya.
(pgr/pgr)