
Jerman Kini Status "Waspada", Ini Biang Keladinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman krisis energi di Jerman kian nyata. Pada Kamis (23/6/2022), Negeri Panser menaikkan status energi dari darurat ke level "waspada".
Seperti yang diketahui, Jerman sangat bergantung pada impor energi dari Rusia. Perusahaan energi multinasional asal Rusia, Gazprom dan Rosneft, adalah pemain kunci dalam industri energi di Eropa.
Kondisi status energi di level "waspada" ini dilakukan di tengah pengurangan pasokan gas Rusia. Di mana Kremlin memangkas gas yang dialirkan melalui pipa Nord Stream 1 hingga 60%.
Meskipun Jerman dan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya telah memberlakukan embargo minyak Rusia sebagai tanggapan atas invasi ke Ukraina, Berlin menghindari penerapan larangan impor gas Moskow. Negeri ini masih meminum gas Rusia.
Berdasarkan data yang dirilis pada Kamis (23/6/2022) menunjukkan bahwa Jerman masih mengimpor meski 22% lebih sedikit dalam empat bulan pertama tahun ini. Jerman pun rela membayar biayanya yang melonjak 170% dibandingkan periode yang sama.
Pengurangan pasokan gas dari Rusia ke Jerman disebut Moskow terkait masalah teknis. Gazprom menyalahkan keterlambatan pengembalian peralatan yang diservis yang disebabkan oleh sanksi Barat.
Namun Jerman melihatnya lain. Gas dijadikan "senjata" oleh Rusia sebagai pembalasan sanksi.
"Gas sekarang menjadi komoditas langka di Jerman. Rusia menggunakan gas 'sebagai senjata' melawan Jerman sebagai pembalasan atas dukungan Barat untuk Ukraina setelah invasi Moskow," tegas Robert Habeck, Menteri Perekonomian Jerman, seperti dikutip dari Reuters.
Jerman juga telah menghidupkan kembali PLTU batu bara. Meski di 2030 negara itu berencana menghapus sumber energi paling intensif karbon itu.
Eropa juga tengah getol mencari sumber lain berupa LNG. Sejumlah negara dibidik termasuk Amerika Serikat (AS) dan Qatar.
Pasokan gas dari Rusia yang berkurang juga memicu peringatan minggu ini bahwa Jerman bisa jatuh ke dalam resesi. Apalagi jika pasokan Rusia benar-benar dihentikan.
Jerman diperkirakan kehilangan 220 miliar euro atau US$238 miliar setara Rp3.417 triliun dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mereka dua tahun ke depan. Kondisi itu sekaligus akan membawa Jerman jatuh ke lubang resesi ekonomi pada 2023 dengan pertumbuhan ekonomi minus 2,2%.
PDB Jerman diproyeksi mulai menyusut jadi 1,9 persen pada tahun ini. Dikutip dari Reuters, survei pada Kamis (23/6/2022) menunjukkan ekonomi Jerman akan kehilangan momentum pada kuartal II-2022 mendatang.
"Kita tidak boleh membodohi diri sendiri: Pengurangan pasokan gas adalah serangan ekonomi terhadap kita oleh (Presiden Rusia Vladimir) Putin," kata Habeck.
"Mulai sekarang, gas adalah komoditas langka di Jerman... Oleh karena itu, kami sekarang berkewajiban untuk mengurangi konsumsi gas, sekarang sudah di musim panas," tambahnya.
Fase "waspada" beresiko tinggi terhadap pasokan dalam jangka panjang. Jika tekanan ini terus berlanjut. pasokan akan semakin terbatas dan kenaikan harga akan terus berlanjut.
Hal ini kemudian akan membuat perusahaan listrik keteteran. Presiden Badan Jaringan Federal, Klaus Mueller, percaya bahwa harga gas konsumen bisa naik tiga kali lipat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Buah Simalakama Jerman 'Buang' Gas dan Minyak Rusia