Ngeri! Eropa 'Teriak' Krisis Energi, Bagaimana Kondisi RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara di Eropa mulai teriak krisis energi dan sibuk untuk mengamankan pasokan energinya masing-masing. Tercatat ada lima negara yang saat ini sudah teriak bahwa negaranya diambang krisis energi khususnya gas, yang mengancam padamnya listrik.
Kelima negara tersebut adalah Jerman, Swedia, Belanda, Austria dan Denmark. Dari ke lima negara tersebut, terdapat negara yang akan mengalihkan kebutuhan gas untuk pembangkit menjadi ke batu bara dan mengaktifkan kembali Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol kepada Der Spiegel yang dikutip kembali oleh Reuters. Menurutnya, terancam kekurangan stok bahan bakar pada musim panas tahun ini akibat pasar minyak dunia yang makin ketat.
"Ketika musim liburan utama dimulai di Eropa dan AS, permintaan bahan bakar akan meningkat. Kemudian kita bisa melihat kekurangan: misalnya dengan solar, bensin, atau minyak tanah, khususnya di Eropa," tuturnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi terkini energi di Indonesia? Sejatinya Indonesia masih mengandalkan PLTU untuk memenuhi pasokan energi dalam negerinya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau pasokan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) untuk kebutuhan pembangkit listrik milik PLN.
"Kita pantau terus menerus ada sistem baru Simbara, data dari kami sudah masuk mudah-mudahan untuk bisa cepat. Terkahir saya gak monitor tapi dua minggu lalu cukup untuk 20 hari," ungkap Ridwan beberapa waktu lalu di Gedung DPR.
Asal tahu saja, sampai pada 24 Juni 2022, penjualan batu bara mengacu data MODI Kementerian ESDM sudah mencapai 171,81 juta ton adapaun realisasi domestik mencapai 77,81 juta ton dan kewajiban DMO mencapai 54,03 juta ton.
Asal tahu saja, sampai Januari 2022 ini pembangkit listrik Indonesia mencapai 72.736 Mega Watt (MW). PLTU masih menjadi kontributor pembangkitan terbesar dengan 36,98 GW atau 50% dari total pembangkitan listrik.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) berkontribusi 12,41 GW atau 17% dari total pembangkitan. Lalu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas atau Mesin Gas (PLTG/MG) menghasilkan 8,54 GW (11%).
Selanjutnya, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Minihidro, atau Mikrohidro (PLTA/M/MH) menghasilkan 6,41 GW (9%) dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menghasilkan 4,99 GW (7%). Terakhir, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya menghasilkan 0,15 GW dan pembangkit listrik energi baru terbarukan lainnya menghasilkan 2,07 GW (3%).
Sementara untuk gas, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan produksi Liquefied Natural Gas (LNG) hingga kuartal I-2022 telah mencapai 42 kargo. Produksi tersebut berasal dari Kilang Tangguh sebanyak 21.6 kargo dan sisanya berasal dari Kilang Bontang yakni 20,4 kargo.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief Setiawan Handoko mengatakan bahwa dari total produksi sebanyak 42 kargo tersebut sebagian untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Adapun untuk kebutuhan domestik yakni mencapai 27,4 kargo dan ekspor 14,6 kargo.
"Kalau dilihat dari tujuan LNG nya sendiri, dari 42 kargo untuk kepentingan domestik 27,4 kargo, ekspor 14,6 kargo. Masih besar domestik daripada ekspor," kata dia dalam Konferensi Pers - Kinerja Hulu Migas Kuartal I Tahun 2022, Jumat (22/4/2022).
Sementara hingga akhir tahun 2022, Arief memproyeksikan total produksi LNG yang akan dihasilkan dari Kilang Bontang dan Kilang Tanggung mencapai 200 kargo.
(pgr/pgr)