Wadaw! Biaya Proyek KCJB Bisa Bengkak Lampaui Audit Nih
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo memproyeksikan pembengkakan yang terjadi pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mencapai US$ 1,9 miliar atau Rp 26,6 triliun (Rp 14.000/US$). Di atas hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dia menjelaskan dari hasil audit BPKP keluar cost over run yang terjadi pada mega proyek ini mencapai Rp 1,176 miliar atau (US$ 14,4 triliun). Namun memang kemungkinan besar lebih besar, karena ada beberapa biaya tambahan lainnya.
"Dari hasil audit kan US$ 1,17 miliar, kita minta range sampai US$ 1,9 miliar karena review BPKP itu belum final. Masih ada beberapa hal kemungkinan yang terjadi sehingga kita minta US$ 1,9 miliar," kata Didiek kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Didiek menjelaskan sampai saat ini masih bernegosiasi dengan China Development Bank (CDB) untuk membantu pembiayaan atas pembengkakan biaya proyek yang terjadi.
"Ya ini masih nego dengan mereka. tapi ini komunikasi sedang dibangun," katanya.
Untuk diketahui pendanaan proyek KCJB ini 75% berasal dari pembiayaan China Development Bank, dan sisanya berasal dari Konsorsium 4 BUMN yang tergabung dalam PT PSBI dan Beijing Yawan. Didiek menjelaskan porsi yang dibebankan dari konsorsium Indonesia dengan nilai Rp 4,1 triliun.
Sebelumnya Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China, Dwiyana Slamet Riyadi, menyebut adanya potensi pembengkakan biaya proyek lagi, dari hasil audit BPKP dengan nilai Rp 2,3 triliun.
Penambahan biaya itu berasal dari penambahan beban pajak yang terjadi, mulai dari hitungan PPN naik menjadi 11%, hingga penggunaan lahan tanah yang dimiliki PT PSBI.
"Dimana sejak Februari BPKP menyelesaikan review kemudian sampai hari ini, misalnya ada kebijakan PPN berubah dari 10% jadi 11% ada beberapa penambahan PPN pajak untuk biaya lain, ketiga masalah exposure pajak juga bahwa pengadaan lahan di KCJB itu tidak bisa dilakukan KCIC tapi menggunakan PT PSBI berdasarkan Undang-undang," jelasnya.
Dimana menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 pengadaan lahan tidak bisa langsung dilakukan oleh PT KCIC, namun melainkan melalui konsorsium BUMN PT Pilar Sinergi BUMN (PSBI).
Dari situ KCIC bisa menggunakan lahan PT PSBI namun dengan penerbitan Hak Guna Bangunan atas nama KCIC diatas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) lahan milik PSBI.
"PT PSBI meminta penerbitan HPL atas lahan itu, kemudian terbit HPL untuk bisa digunakan KCIC kita terbitkan HGB atas nama KCIC diatas lahan PT PSBI. disitu setelah kita minta konsultan PWC bahwa muncul eksposure pajak, bahwa KCIC dengan PT PSBI ini perusahaan terafiliasi gak bisa menghindari pajak. sehingga ada potensi tambahan Rp 2,3 triliun eksposure pajak atas transaksi itu menimbulkan PPH dan PPN," tambahnya.
(dce)