Kala BPK Ungkap 'Dosa-dosa' Menteri di Depan Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada hari ini membeberkan sejumlah temuan dari pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) periode 2021 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adapun pemeriksaan LKPP tahun 2021 merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap laporan keuangan konsolidasian dari 87 laporan keuangan kementerian/lembaga dan 1 laporan keuangan bendahara umum negara.
BPK memang memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP 2021. Namun, terdapat empat kementerian/lembaga yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Kementerian/lembaga yang mendapatkan opini WDP adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Namun demikian, secara keseluruhan pengecualian pada LKKL tersebut tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP tahun 2021," kata Ketua BPK Isma Yatun.
Dalam kesempatan tersebut, BPK juga menyampaikan kepada Jokowi perihal temuan kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dalam LKPP 2021.
Meskipun tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP tahun 2021, namun temuan tersebut perlu ditindaklanjuti lebih lanjut agar perbaikan pengelolaan kas keuangan negara semakin baik di masa depan.
Setidaknya, ada tujuh temuan BPK terkait hal itu. Berikut daftarnya:
1. Pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun yang belum sepenuhnya memadai. BPK merekomendasikan agar menguji kembali kebenaran pengajuan insentif serta menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.
2. Piutang pajak macet sebesar Rp 20,84 triliun belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan per 30 Juni 2022 dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan
![]() |
3. Sisa dana investasi pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 dan 2031 kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun yang tidak dapat disalurkan dan kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp 800 miliar berpotensi tidak dapat tersalurkan. BPK merekomendasikan agar melakukan pengembalian sisa dana investasi kepada Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun ke rekening kas umum negara.
4. Perlakuan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebagai investasi jangka panjang non permanen lainnya pada LKPP tahun 2021 belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema pengelolaan dana, dan penyajian dalam laporan BP Tapera. BPK merekomendasikan agar menetapkan kebijakan akuntansi penyajian investasi jangka panjang non permanen lainnya terkait pengelolaan dan FLPP pada BP Tapera.
5. Penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja non-program PCPN pada 80 kementerian/lembaga minimal sebesar Rp 12,52 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan agar memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan dalam proses ketidakcapaian output dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan belanja.
6. Sisa dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp 1,25 triliun belum dapat disajikan dengan piutang transfer ke daerah. BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana BOS reguler tahun 2020 dan 2021.
7. Kewajiban jangka panjang atas program pensiun yang telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan pemerintah agar memerintahkan tim task force dukungan penyelesaian pernyataan standar akuntansi pemerintahan mengenai imbalan kerja termasuk pengaturan masa transisi selama proses perubahan undang-undang terkait pensiun. Selain itu, ada pula permasalahan kelemahan penatausahaan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak dapat diketahui potensi hak dan kewajiban pemerintah secara keseluruhan. BPK sendiri merekomendasikan agar menetapkan mekanisme pemantauan dan penatausahaan atas putusan hukum inkrah yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban atau pelepasan aset pemerintah sebagai dasar pelaporan keuangan pemerintah pusat.
[Gambas:Video CNBC]
Jokowi Bangga, LKPP 2021 Dapat Opini WTP di Tahun yang Berat
(cha/cha)