
BPK Beri Opini WTP Laporan Keuangan Pemerintah, Ini Detailnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021 dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ketua BPK Isma Yatun mengatakan opini WTP atas LKPP Tahun 2021 tersebut didasarkan pada opini WTP atas 83 Laporan Keuangan Kementerian/ Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) Tahun 2021 yang berpengaruh signifikan terhadap LKPP Tahun 2021.
Adapun empat LKKL, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 2021. Namun demikian, secara keseluruhan pengecualian pada LKKL tersebut tidak berdampak material pada kewajaran LKPP tahun 2021.
Selain itu, BPK juga mengungkapkan temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2021, namun tetap perlu ditindaklanjuti pemerintah guna perbaikan pengelolaan APBN antara lain sebagai berikut," kata dia dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (14/6/2022).
Pertama, pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun belum sepenuhnya memadai. Atas permasalahan tersebut, BPK memberikan rekomendasikan kepada pemerintah.
Antara lain agar menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan wajib pajak dan disetujui, serta menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.
Kedua, piutang pajak macet sebesar Rp 20,84 triliun belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai. Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar melakukan inventarisasi agar piutang macet yang belum kadaluarsa penagihan per 30 juni 2022 dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan.
Ketiga, sisa dana investasi pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional atau PEN tahun 2020 dan 2021 kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun tidak dapat disalurkan, dan kepada PT Krakatau steel sebesar Rp 800 miliar berpotensi tidak dapat disalurkan.
Isma menyebut atas permasalahan ini BPK merekomendasikan ke pemerintah antara lain agar melakukan pengembalian sisa dana investasi pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun ke rekening ke kas umum negara.
Keempat, pemberlakuan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP sebagai investasi jangka panjang non permanen lainnya. Ada LKPP tahun 2021 belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema penggunaan dana dan penyajian dalam laporan keuangan BP Tapera.
Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar menetapkan kebijakan akuntansi penyajian investasi jangka panjang non permanen lainnya terkait pengelolaan dana fasilitas pembiayaan perumahan pada BP Tapera sebagai badan hukum lainnya yang dituju sebagai operator investasi pemerintah
Kelima, penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja non program PC PEN pada 80 KL minimal Rp 12,58 triliun belum seluruhnya sesuai ketentuan. Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan dalam proses, ketidaktercapaian output dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan belanja.
Keenam, sisa dana Bantuan Operasional Sekolah alias BOS reguler tahun 2020 dan 2021 minimal Rp 1,25 triliun belum dapat disajikan sebagai piutang transfer ke daerah atau TKD. Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana BOS reguler tahun anggaran 2020 dan 2021.
Ketujuh, kewajiban jangka panjang atas program pensiun telah diungkapkan dalam catatan dalam laporan keuangan. Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah antara lain.
"Agar memerintahkan tim task force hubungan percepatan penyelesaian standar akuntabilitas pemerintahan atau PSAP mengenai imbalan kerja termasuk masa pengaturan transisi selama proses perubahan peraturan perundang undangan terkait pensiun," ujarnya.
Terakhir, kelemahan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Sehingga tidak dapat diketahui potensi hak dan kewajiban pemerintah secara keseluruhan.
"Atas kelemahan ini BPK merekomendasikan antara lain agar menetapkan mekanisme pemantauan penatausahaan atas inkracht yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban atau pelepasan aset pemerintah," kata Isma.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kejagung Tahan Anggota BPK Achsanul Qosasi Dalam Korupsi BTS
