
Bagaimana Ini, Mr Erdogan? Ada Kabar Buruk dari Turki...

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks kepercayaan konsumen (consumer confidence index/CCI) Turki tercatat turun pada Juni 2022. Angka ini mencapai rekor terendah akibat lonjakan inflasi dan pelemahan lira mata uang Turki.
Pada Mei 2022, tingkat inflasi sudah mencapai 73,5% (year-on-year/yoy). Hampir sepuluh kali lebih tinggi dari angka inflasi di Jerman pada bulan yang sama.
Mata uang lira Turki saat ini menjadi yang terlemah di dunia. Beberapa bulan sebelum akhir 2021, saat inflasi di Turki nyaris mencapai 20%, bukannya menaikkan suku bunga bank sentral Turki (CBRT) justru malah memangkas suku bunga. Alhasil, nilai tukar lira jeblok, dan inflasi makin menggila.
Perekonomian Turki memang mengalami masa-masa bergejolak jauh sebelum Rusia menginvasi Ukraina. Ironisnya upaya pemerintah untuk meredam inflasi tidak menghasilkan apa-apa.
Ekonomi Turki semakin diperparah dengan munculnya rilis data terbaru pada Rabu (22/6/2022), Indeks kepercayaan konsumen Turki turun menjadi 63,4 pada Juni 2022.
Sama dengan di Indonesia, indeks keyakinan konsumen menggunakan angka 100 sebagai tolok ukur. Kalau di bawah 100, maka artinya konsumen tidak yakin dengan kondisi perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Sebelumnya, Indeks keyakinan konsumen jatuh diawali dengan dampak pandemi Covid-19. Kemudian kembali melemah pada Oktober 2021 dan mencapai rekor terendahnya 67,3 pada April.
Pada September 2021, Bank Sentral menurunkan suku bunga mengikuti tekanan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Dampaknya segera terlihat di pasar uang. Banyak investor asing meninggalkan negara itu, perekonomian memburuk, dan inflasi sejak itu meroket tanpa henti.
Setelah perang pecah di Ukraina, harga-harga makin melonjak, terutama yang berkaitan dengan energi dan bahan bakar. Menurut TUIK, biaya transportasi, yang juga mencakup harga gas dan solar, naik 224% pada Mei 2022 dibandingkan Mei 2021.
Turki memenuhi hampir semua kebutuhan energinya dengan impor, negara itu sangat terpukul dengan kenaikan harga minyak dan gas di pasaran dunia. Bersamaan dengan itu, harga makanan dan minuman non-alkohol juga naik hampir dua kali lipat selama setahun terakhir.
Inflasi pada harga makanan dan minuman mencapai 91,6% pada Mei 2022. Akibatnya, banyak warga di Turki mengalami ketakutan eksistensial yang sangat nyata.
Ekonom Murat Birdal dari Universitas Istanbul, menyalahkan Bank Sentral Turki terkait inflasi tinggi ini. Juga sejumlah pakar keuangan mendukung tuduhan Birdal, bahwa Bank Sentral tidak bertindak secara independen.
Untuk meredam inflasi yang melejit tingi, seharusnya Bank Sentral menaikkan suku bunga. Namun suku bunga tetap dibiarkan rendah karena pemerintahan Erdogan menghendakinya. Murat Birdal mengatakan, tingkat inflasi di Turki bisa mencapai angka tiga digit pada akhir tahun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rekor Tahun Ini, Inflasi Turki Tembus 62%