
90% Impor, Begini Jurus Singapura Tangkis 'Kiamat' Pangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Singapura ternyata mengandalkan lebih dari 90% kebutuhan pangannya dari impor. Dipasok dari lebih 170 negara dan kawasan.
Kini Singapura meluncurkan inisiatif '30 per 30', bertujuan memproduksi pangan secara lokal untuk memenuhi 30% kebutuhan nutrisi warganya pada 2030 nanti.
Padahal, Singapura baru saja keluar dari lubang 'kiamat' ayam. Pasalnya, negara itu mengandalkan 34% kebutuhan daging ayamnya dari pasokan Malaysia. Akibatnya, saat Malaysia menutup keran impor beberapa waktu lalu, Singapura pun dilanda krisis ayam.
Di tengah lonjakan harga pangan global yang berdampak ke inflasi domestik, pasokan pangan yang diprediksi berkurang hingga 1-2 tahun mendatang, hingga lonjakan berbagai ongkos produksi seperti energi dan tenaga kerja, Singapura berusaha menjaga ketahanan pangannya. Meski dengan masa depan yang tidak pasti.
"Singapura telah meremehkan pertanian dan mengimpor makanan. Sekarang kami melakukan putar balik dan mulai meningkatkan (upaya), tetapi ini perlu waktu," kata Paul Teng, asisten senior S Rajaratnam School of International Studies, seperti dilansir CNBC.com, Senin (20/6/2022).
Menurut Teng, inisiatif '30 per 30' akan memberi peluang bagi Singapura memacu produksi lokal, meski tak cukup menggantikan impor.
![]() Singapura ‘Kiamat’ Ayam, Apa Yang terjadi? |
"Itu karena pemerintah memutuskan untuk berinvestasi lebih banyak menumbuhkan produk domestik bruto negara dan pendapatan rumah tangga rata-rata daripada berinvestasi dalam kegiatan pertanian," ujarnya.
Di sisi lain, dia menambahkan, inisiatif itu akan menghadapi tantangan. Termasuk, selera konsumen di Singapura yang biasanya sulit menerima cita rasa atau makanan baru.
Selain itu, jika harga impor lebih murah, diprediksi pangan lokal akan sulit bersaing. Kecuali pemerintah memberikan subsidi.
Pemerintah juga direkomendasikan mendorong lebih banyak perusahaan Singapura menanam tanaman pangan di luar negeri dan membentuk perjanjian dengan pemerintah setempat. Untuk memastikan produk tersebut tidak dikenai larangan ekspor.
"Solusi gambaran besarnya adalah memastikan negara produsen, negara pengekspor, memiliki surplus (pangan), dan ada banyak cara kami dapat membantu negara lain melakukan itu," kata Teng.
Dil Rahut, Peneliti Senior Asian Development Bank Institute menambahkan karena Singapura adalah negara yang sangat maju secara teknologi, dapat membantu negara lain meningkatkan sistem produksi pangan mereka.
"Itu tidak hanya akan membantu Singapura menstabilkan harga pangan dan ketahanan pangannya, tetapi juga ketahanan pangan dan harga pangan global," kata Rahut.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Parah! Singapura Jadi Korban Kiamat Beras India