NATO Ramal Perang Rusia Bisa Lama, Ekonomi Dunia Makin Hancur
Jakarta, CNBC Indonesia - Aliansi militer NATO mengingatkan perang Rusia-Ukraina bisa berlangsung selama bertahun-tahun. Jika ramalan NATO menjadi kenyataan maka perekonomian dunia dikhawatirkan akan semakin terpuruk, harga komoditas tetap tinggi, dan angka kemiskinan meningkat drastis.
"Kita harus bersiap menghadapi kenyataan bahwa perang bisa memakan waktu bertahun-tahun. Kita tidak boleh menyerah dalam mendukung Ukraina. Bahkan jika biayanya tinggi, tidak hanya untuk dukungan militer, juga karena kenaikan harga energi dan pangan," tutur Sekretaris umum NATO, Jean Stoltenberg dikutip dari Reuters, Minggu (19/6/2022).
Ucapan Jean dikuatkan pernyataan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang mengatakan perlunya mempersiapkan perang yang panjang, khususnya untuk pihak Ukraina.
"Waktu adalah faktor vital. Semuanya akan tergantung pada apakah Ukraina dapat memperkuat kemampuannya untuk mempertahankan tanahnya lebih cepat daripada Rusia dapat memperbarui kapasitasnya untuk menyerang," tulis Johnson dalam sebuah opini di Sunday Times London.
Pernyataan NATO dan Boris Johnson ini menjadi kabar negatif bagi perekonomian global. Perang yang panjang hanya akan melambungkan inflasi, mengganggu distribusi, dan melemahkan perekonomian global.
Rusia dan Ukraina adalah pemasok utama komoditas pangan dan energi dunia sehingga perang sangat mengganggu pasokan sejumlah komoditas mulai dari gandum, gas, batu bara, minyak bumi, hingga minyak nabati. Akibat perang, inflasi di hampir semua negara melonjak drastis karena harga komoditas energi dan pangan yang melangit.
"Jika Ukraina tidak bisa mengekspor gandum maka negara-negara di dunia akan menderita. Kenaikan harga energi akan menambah tekanan tersebut," tutur Hal Brands, profesor di Johns Hopkins University's School, dalam kolomnya di Bloomberg.
Bank Dunia bahkan sudah mengingatkan perang yang berkepanjangan bisa membuat ratusan juta manusia hidup dalam kemiskinan ekstrem serta kondisi rawan pangan.
Negara-negara miskin yang selama ini menggantungkan pasokan bahan pangan dari impor akan semakin kesulitan dalam menjangkau harga bahan pangan.
Berdasarkan data Bank Dunia, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim naik 100 juta menjadi 700 juta karena pandemi Covid.
Julian Lampietti, Manager for Agriculture & Food Global Practice Grup Bank Dunia mengingatkan perang apalagi jika sampai berkepanjangan hanya akan menambah jumlah masyarakat miskin.
Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menunjukkan jumlah orang yang masuk kategori rawan pangan meningkat drastis dari 135 juta sebelum pandemi hingga 276 juta pada saat ini.
"Perang di Ukraina hanya akan mempercepat kenaikan kemiskinan. Kita tengah menghaapi krisis yang massif dan begitu banyak persoalan terkait pangan yang ada sekarang," tuturnya, dalam podcast Bank Dunia bertajuk Why Is the World Facing a Food Crisis?.
Halaman 2>>
(mae)