
Risiko Fiskal 'Hot' di G20, Indonesia Siapkan Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak negara di dunia yang masih membutuhkan pemahaman komprehensif tentang potensi risiko terhadap pengelolaan fiskalnya. Hal ini khususnya dalam mengadopsi penggunaan instrumen dari negara lain untuk mengurangi eksternalitas negatif dari rumusan kebijakan yang sedang disusun.
Sehingga, dibutuhkan koordinasi antarnegara seperti transfer and exchange knowledge demi meningkatkan kapasitas identifikasi potensi risiko fiskal tertentu dan dampaknya.
Kepala Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kementerian Keuangan, Farid Arif Wibowo mengatakan, Forum G20 dapat menjadi sebuah wadah yang tepat untuk mencapai hal tersebut. Pertemuan G20 sendiri dibagi dalam dua pilar pembahasan yaitu pilar keuangan yang disebut Finance Track, dan pilar Sherpa Track yang membahas isu-isu ekonomi dan pembangunan non-keuangan.
"Mengingat banyaknya isu yang dibahas dalam Presidensi G20, diharapkan pertemuan tersebut dapat merumuskan beberapa mitigasi risiko terkait isu-isu yang dibahas dalam forum tersebut, serta mitigasi risiko sebelum krisis terjadi," ujar Farid dikutip dari laman resmi DJPPR Kementerian Keuangan, Selasa (14/6/2022).
Selain untuk mengelola risiko fiskal, kepemimpinan G20 dinilai Farid juga dapat menjadi kerja sama yang lebih berkelanjutan untuk mencapai pemulihan global akibat pandemi Covid-19.
"Akan sangat krusial untuk mendorong penguatan kerja sama multilateral dalam rangka mencari solusi dan mitigasi risiko atas dampak pandemi Covid-19, kondisi ekonomi global, dan pemulihan ekonomi yang lebih merata dan berdaya tahan terhadap potensi krisis di masa mendatang," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah menjelaskan Gejolak global yang ditandai oleh lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga akan berdampak terhadap aliran modal dan pasar keuangan global. Hal ini tentunya akan berdampak ke pasar keuangan domestik termasuk pasar obligasi.
Yield obligasi akan naik yang kemudian mengancam pembiayaan fiskal di masing-masing negara. Penerbitan surat utang negara menjadi tidak mudah, biayanya juga akan meningkat. Artinya risiko fiskal tentunya akan meningkat. Piter pun menganggap G20 bisa menjadi forum yang tepat terkait itu, karena ini adalah forum negara yang memiliki kontribusi terbesar dan punya power untuk melakukan perubahan.
"Tantangannya adalah masing-masing negara G20 memiliki kepentingan yang berbeda-beda," tukasnya.
Di sisi lain, Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi SUN dan Derivatif II DJPPR Heri Praptomo mengatakan, G20 juga menjadi ajang Indonesia dalam mempromosikan komitmen untuk mencapai pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus pada empat pilar seperti sosial, pembangunan ekonomi, pembangunan lingkungan, serta pembangunan hukum dan tata kelola.
Semua pilar itu diejawantahkan ke dalam 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan tercapai pada 2030.
Namun karena dibutuhkan biaya yang besar demi mencapai semua itu, pemerintah akhirnya menerbitkan pembiayaan alternatif SDGs Bond, yakni obligasi yang diterbitkan di pasar internasional di mana hasil penerbitannya digunakan untuk kegiatan/proyek untuk mencapai target SDGs Indonesia 2030.
"Setelah melalui rangkaian diskusi dan koordinasi intensif serta didukung dengan asistensi dari UNDP, BKF dan advisory bank, Direktorat SUN bersama Bappenas berhasil menyusun daftar proyek/kegiatan SDGs yang akan digunakan sebagai underlying penerbitan SDGs Bond Indonesia tahun 2021, yakni senilai Rp 30 triliun," terang Heri.
Dengan debut penerbitan SDGs Bond ini, Kementerian Keuangan, terutama Direktorat SUN ingin memberikan andil dalam pencapaian tema utama Presidensi G20 kali ini, yakni Recover Together, Recover Stronger karena hasil penerbitan SDGs Bond kali ini digunakan untuk program/kegiatan di bidang Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, dan Pendidikan.
"SDGs Bond ini, jelas, bukanlah tujuan utama dari sebuah perjuangan, tapi merupakan bagian kecil dari serangkaian ikhtiar dalam mewujudkan cita-cita pendiri bangsa, yakni menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur," pungkas Heri.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sah! Indonesia Terapkan Pajak Minimum Global 15%