
Ancam Ekspor, Pemerintah Bentuk Satgas Penyakit Mulut & Kuku

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ribuan ternak di Indonesia. Pasalnya, penyebaran virus ini dikhawatirkan melebar dan mengganggu kinerja ekspor Indonesia.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono menjelaskan,berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan), gubernur, dan walikota di berbagai daerah di Indonesia, saat ini PMK sudah menyebar di 18 Provinsi dan 163 kabupaten/kota.
"Kita akan melakukan penanganan di tingkat mikro, seperti menangani PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)," jela Susiwijono, Jumat (10/6/2022).
Adapun penanganan di tingkat mikro yang dimaksud, pemerintah akan membentuk Satgas PMK sampai ke tingkat kecamatan, desa. Alokasi anggaran untuk membentuk Satgas PMK ini, akan diambil dari anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN).
Pemerintah khawatir, adanya penyebaran PMK pada hewan ternak ini akan menghambat kinerja ekspor Indonesia, karena dikhawatirkan akan merembet ke produk pangan hortikultura di dalam negeri yang menjadi komoditas ekspor.
Pemerintah khawatir negara tujuan ekspor untuk produk hortikultura, memutuskan tidak akan tak lagi memasok atau mengimpor dari Indonesia.
![]() Petugas menyemprotkan cairan desinfektan untuk mencegah penyebaran penyakit mulut dan kuku pada hewan di Kandang Sapi UPTD Rumah Potong Hewan Bubulak, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 7 Juni 2022. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
"PMK ini cukup serius, karena kalau tidak dampaknya ke ekonomi, bukan hanya masalah sapi saja, bisa jadi produk holtikultura karena ekspor, dan bisa jadi media pembawa, dan sebagainya. Sehingga dampaknya akan kemana-mana," ujar Susiwijono.
"Kita akan serius menangani ini dan kita putuskan PMK akan dibentuk Satgas sampai ke kecamatan, daerah, dan desa," tuturnya.
Saat ini anggaran untuk pembentukan Satgas PMK, masih diperhitungkan. Yang jelas, pembentukan Satgas PMK ini dinilai pemerintah cukup mendesak untuk dibentuk. Kendati demikian, besaran biayanya, diperkirakan hampir sama dengan komponen penanganan pandemi di dalam negeri.
"Biayanya hampir sama dengan komponen biaya di Covid-19, ada biaya vaksin, ada antigen, PCR, obat. Ini sama. Dan itu cukup tinggi, karena populasi sapi di Indonesia berjumlah 14 juta," jelas Susiwijono.
Aman Dikonsumsi?
"PMK ini cukup serius, karena kalau tidak dampaknya ke ekonomi, bukan hanya masalah sapi saja, bisa jadi produk hortikultura karena ekspor...Sehingga dampaknya akan ke mana-mana."Susiwijono, Sekretaris Kemenko Perekonomian |
Tersebarnya penyakit mulut dan kuku memang telah membuat sebagian khawatir masyarakat untuk mengonsumsi hewan ternak seperti sapi dan kambing. Namun, otoritas menjamin untuk mengonsumsi daging sapi dan hewan ternak lainnya akan aman.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Suharini Eliawati menjelaskan bahwa mengonsumsi steak, daging serta apapun dari bahan baku daging tetap aman.
"PMK bukan penyakit zoonosis yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya, jadi kalau mau makan steak, sate, rendang, semur dan sebagainya, saya nyatakan ini aman dengan perlakuan daging itu masih segar," kata anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu dalam YouTube DKI Jakarta, Rabu (8/6/22).
Namun, daging yang dimakan tersebut sudah dimasak dalam status sudah segar, artinya daging tersebut langsung disimpan di kulkas jika tidak langsung dimasak. Dia juga menggarisbawahi bahwa daging tersebut jangan dicuci dulu dengan air, tujuannya agar air tidak membawa virus bakteri atau apapun.
"Masak dengan sempurna karena dikatakan virus mati dengan 50 derajat celcius, mati dengan PH 7 atau 6, artinya begitu proses pelayuan, disimpan kulkas kurang lebih 24 jam mudah-mudahan kita semua aman untuk makan steak. Kalau hobinya makan steak silahkan aja, jangan berkurang karena PMK," ujarnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Lockdown PMK, Harga Daging Sapi Bakal Anjlok?