Seperti Bom Waktu, Harga BBM & Listrik Tak Bisa Terus Ditahan

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
09 June 2022 14:45
Suasana antrian pengemudi motor untuk mengisi BBM di SPBU Pertamina Kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (31/3/2022) Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dinilai sudah saatnya naik. (CNBC Indonesia/ Muhamaad Sabki)
Foto: SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/ Muhamaad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, LPG 3 kg dan tarif listrik sudah ditahan cukup lama oleh pemerintah. Hal ini patut diwaspadai karena seperti bom waktu, suatu saat bisa meledak.

Pada 2022 pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 520 triliun untuk subsidi serta kompensasi kepada PT Pertamina persero dan PT PLN persero yang menahan harga dua tahun terakhir.

Hal ini mengingat harga minyak yang terdapat dalam asumsi makro melonjak. Adalah Indonesian Crude Price (ICP) yang diasumsikan sebelumnya adalah US$ 63 per barel menjadi US$ 100 per barel.

Sementara itu, perang Rusia dan Ukraina sebagai pemicu lonjakan harga minyak belum juga ada titik terang.

"Anggaran negara tahun depan daya fiskal rendah, defisit balik lagi ke 3%, dorongan spending akan lebih rendah, artinya subsidi gak bisa sebesar tahun ini," kata Ekonom PT Bank BCA Tbk David Sumual kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/6/2022)

Defisit APBN 2022 diperkirakan mencapai level 4,50% PDB atau Rp 868 triliun, lebih rendah dari yang sebelumnya 4,8% PDB atau Rp 840,2 triliun. Sementara pada 2023 diperkirakan bisa di bawah 3% PDB.

Pemerintah harus mencari alternatif tambahan penerimaan apabila masih ingin mensubsidi energi. Hal yang berat ketika ekonomi saja baru beranjak pulih dari pandemi covid.

Dok, KemenkeuFoto: Dok, Kemenkeu
Dok, Kemenkeu

Apabila dipaksakan, APBN akan tertekan berat dengan defisit yang lebih tinggi dari 3% PDB.

"Artinya mungkin gak bisa dilanjutkan lagi tahun depan. Kalau harga minyak tinggi tahun depan dan kemungkinan gak bisa 3%. Kemungkinan harus menaikan harga tahun depan," jelasnya.

Tingginya kebutuhan subsidi pada tahun ini bisa ditambal oleh penerimaan negara yang naik drastis akibat lonjakan harga komoditas internasional. Total tambahan yang didapatkan pemerintah mencapai Rp 420 triliun.

Risiko kenaikan harga energi adalah beban yang harus ditanggung masyarakat menjadi lebih besar. Apalagi BBM dan listrik bisa memberikan pengaruh besar ke harga barang dan jasa lainnya.

"Soalnya kalau inflasi lebih tinggi dari tahun ini, akan berat untuk masyarakat," ungkapnya.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Habiskan Rp146,9 T untuk Belanja Subsidi per Juli 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular