
Ancaman Krisis di Depan Mata, Ini Langkah Sri Mulyani

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tanda-tanda krisis keuangan yang akan muncul dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Lonjakan utang menjadi satu hal yang harus diwaspadai.
"Munculnya risiko terutama dari sisi kenaikan inflasi karena harga-harga energi dan pangan yang akan menyebabkan pengetatan dari moneter," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (8/6/2022)
Pengetatan moneter sebenarnya sudah dimulai oleh beberapa negara, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris hingga negara-negara di kawasan Amerika Latin. Sejarah mencatat setiap kali AS menaikkan suku bunga acuan, maka sederet negara akan terimbas hingga alami krisis.
"Seberapa cepat dan seberapa ketat kebijakan moneter untuk menangani inflasi yang akan berdampak pada pelemahan dari sisi produksi," imbuhnya.
Sri Mulyani menyatakan, seluruh negara kini fokus dalam penanganan masalah tersebut. Termasuk negara-negara G20 yang akan melakukan pertemuan tingkat tinggi di Indonesia pada tahun ini.
"Kalau seandainya pengetatannya cepat dan tinggi ketat maka dampak pelemahan ekonomi global akan terlihat, spill over ke seluruh dunia," tegas Sri Mulyani.
![]() Kemenkeu. |
Hal yang patut diwaspadai berikutnya adalah utang. Defisit pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menunjukkan Indonesia masih membutuhkan pembiayaan. Tahun depan diperkirakan defisit 2,61-2,90% terhadap PDB.
Likuiditas global yang ketat akan mendorong kenaikan imbal hasil obligasi akan meningkat. Artinya bunga cicilan yang harus dibayar pemerintah nantinya akan lebih besar apabila utang ditarik amat banyak. Pada tahun ini saja pembayaran utang mencapai Rp 400 triliun.
Lonjakan utang, kata Sri Mulyani bisa dipengaruhi oleh dolar AS yang semakin perkasa. "Postur APBN yg perlu dijaga dari sustainability dari defisit size yang kita propose di dalam RAPBN 2023," ungkapnya.
![]() Dok, Kemenkeu |
Indonesia beruntung, tahun ini diberikan durian runtuh lewat lonjakan harga komoditas internasional. Sehingga fundamental ekonomi dipersiapkan lebih kuat dalam menghadapi krisis.
"Indonesia produsen berbagai komoditas kita masih memiliki kesempatan untuk menjaga ekonomi kita terutama dari sisi balance of payment tapi tetap harus hati-hati dari sisi permintaan impor yang meningkat tinggi , dan juga tadi kemungkinan implikasi dinamika keuangan global dari sisi capital flow," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang RI Tak Sia-sia & Ngasal, Sri Mulyani Beberkan Data Ini!