Internasional

8 Fakta Baru Perang Ukraina, Rusia Bertemu Turki

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Rabu, 08/06/2022 08:05 WIB
Foto: Longform/ Perangnya di Ukraina, Korbannya Sedunia/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan terbaru terus meliputi serangan Rusia ke Ukraina. Meski begitu, perkembangan ini belum mengarah pada perdamaian konkret antara kedua negara.

Berikut beberapa perkembangan terbaru terkait perang Rusia-Ukraina dikutip AFP, Rabu (8/6/2022):

1. Rusia Hampir Kuasai Seluruh Severodonetsk


Rusia masih fokus menjatuhkan serangannya ke wilayah Severodonetsk. Ini adalah sebuah kota penting yang menjadi ibukota wilayah Luhansk Ukraina.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pasukan negaranya telah "membebaskan sepenuhnya" daerah pemukiman kota. Tetapi pasukan Ukraina masih menguasai zona industri dan pemukiman sekitarnya.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pasukan pemerintah "bertahan" melawan penjajah. "Namun ada lebih banyak pasukan Rusia dan mereka lebih kuat," katanya.

2. Rusia Siksa Tahanan Ukraina

Ukraina mengatakan sekitar 600 orang ditahan karena menentang pemerintahan Rusia di wilayah Kherson, Ukraina selatan yang diduduki. Mereka mengklaim tahanan itu disiksa.

"Menurut informasi kami, sekitar 600 orang ... ditahan di ruang bawah tanah yang diubah secara khusus di wilayah Kherson," kata Tamila Tasheva, perwakilan tetap kepresidenan Ukraina di Krimea.

Tasheva mengatakan sebagian besar dari mereka yang ditahan adalah "wartawan dan militan" yang mengorganisir "pertemuan pro-Ukraina" di kota Kherson dan wilayah sekitarnya.

Kherson adalah kota besar pertama yang jatuh ke tangan pasukan Rusia pada awal Maret. Video-video bermunculan tentang penduduk yang melakukan protes menentang kehadiran Moskow itu.

3. Rusia Bertemu Turki 

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memulai kunjungan dua hari ke Turki. Ini untuk membicarakan kemungkinan membuka blokir ekspor biji-bijian dari Ukraina yang terhenti akibat perang.

Turki telah menawarkan layanannya untuk mengawal pengiriman keluar dari pelabuhan Ukraina yang diblokade oleh pasukan Rusia.

The New York Times melaporkan Senin bahwa sejumlah kapal barang telah berlayar dari pelabuhan Ukraina yang dikendalikan Rusia ke Afrika dengan apa yang oleh pejabat Amerika Serikat (AS) digambarkan sebagai "gandum Ukraina curian" yang diambil oleh Rusia.

4. Ukraina Tentang Kunjungan PBB ke Pembangkit Nuklir

Ukraina mengatakan menentang setiap kunjungan kepala pengawas nuklir PBB, Rafael Grossi, ke pembangkit nuklirnya yang saat ini diduduki Rusia di Zaporizhzhia.

"Kunjungan ke pabrik hanya akan mungkin terjadi ketika Ukraina mengambil kembali kendali atas situs tersebut," Energoatom, badan nuklir Ukraina, menulis di Telegram.

Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Grossi berpendapat perlunya inspeksi untuk memastikan keselamatan pabrik.

5. Rusia Keluar dari Pengadilan HAM Eropa

Anggota parlemen Rusia meloloskan undang-undang yang menyelesaikan keluarnya Moskow dari yurisdiksi Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR). Rusia sendiri memang telah dikeluarkan dari badan yang mendirikan pengadilan itu pada Maret karena menyerang Ukraina.

6. Superyacht Rusia Diserahkan ke AS

Pengadilan Fiji menyerahkan superyacht senilai US$ 300 juta (Rp 4,3 triliun) milik miliarder Rusia, Suleiman Kerimov, kepada AS. Hal ini dilakukan karena Kerimov merupakan salah satu figur yang dijatuhi sanksi oleh Washington pasca serangan Moskow ke Ukraina.

7. Jenderal Rusia Terbunuh Lagi

Separatis pro-Kremlin di Ukraina mengkonfirmasi kematian jenderal Rusia lainnya dalam perang di Ukraina.

Pemimpin separatis Denis Pushilin mengirimkan "belasungkawa yang tulus kepada keluarga dan teman-teman" Mayor Jenderal Roman Kutuzov, yang disebutnya telah "menunjukkan dengan contoh bagaimana melayani tanah air".

Sejak Moskow mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, pasukan Ukraina mengklaim telah membunuh beberapa jenderal. Akan tetapi, media Rusia hanya mengkonfirmasi beberapa kematian di antara para petinggi.

8. Bank Dunia Warning 'Stagflasi'

Bank Dunia memperingatkan akan potensi stagflasi yang mungkin terjadi pasca serangan Rusia ke Ukraina. Stagflasi itu, menurut Bank Dunia, mirip dengan apa yang terjadi pada tahun 1970an.

"Kombinasi beracun dari pertumbuhan yang lemah dan kenaikan harga dapat memicu penderitaan yang meluas di puluhan negara miskin yang masih berjuang untuk pulih dari pergolakan pandemi Covid-19," ujar lembaga keuangan itu.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Abaikan Ultimatum Trump, Rusia Tetap Serang Drone ke Ukraina