Internasional

Mengenal Viktor Orban: 'Sobat' Putin, Penjegal Embargo Minyak

Tommy Patrio Sorongan & Lucky Leonard Leatemia, CNBC Indonesia
Selasa, 31/05/2022 15:00 WIB
Foto: Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban (AP Photo/Francisco Seco, Pool)

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa akhirnya menyepakati paket sanksi keenam untuk Rusia berupa embargo minyak. Namun, ada sejumlah kompromi di dalamnya, termasuk penyaluran minyak melalui pipa yang masih diperbolehkan.

Adalah Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban yang menjadi 'tokoh utama' berbelitnya proses persetujuan embargo minyak tersebut. Sejak diusulkan beberapa pekan lalu, rencana embargo minyak tersebut terus mendapat penentangan dari Hungaria.

Selain Hungaria, negara lain yang sangat bergantung pada minyak Rusia seperti Slovakia juga sejatinya kurang sreg dengan usulan tersebut. Hanya saja, Orban menjadi pihak yang paling lantang.


Orban menganggap bahwa larangan impor gas dari Rusia dapat menyengsarakan negaranya. Pasalnya, Hungaria menggantungkan kebutuhan energinya kepada Rusia.

Bahkan, Orban mengatakan tidak akan ragu untuk membayar Moskow dengan mata uang rubel seperti yang diinginkan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Jika Rusia menginginkan pembayaran dalam rubel, kami akan membayar dalam rubel," ujarnya pada bulan lalu.

Melansir AFP, terkait kesepakatan yang tercapai, Orban memuji pengecualian dalam larangan minyak Uni Eropa Rusia yang memungkinkan negaranya untuk terus menerima minyak mentah murah dari Moskow.

Para pemimpin blok itu mencapai kesepakatan kompromi yang melarang impor minyak Rusia yang dikirim oleh kapal tanker, tetapi membiarkan yang diterima melalui pipa. Alhasil, Hungaria yang terkurung daratan bisa tetap mendapatkan minyak mentah Rusia untuk ekonominya.

"Keluarga bisa tidur nyenyak malam ini, kami menghindari ide yang paling menghebohkan," kata Orban dalam pesan video yang di-posting di laman Facebook-nya, Selasa (31/5/2022)

Sebelumnya, Orban mengancam akan memveto kesepakatan itu dan memperingatkan bahwa menghentikan pasokan akan menghancurkan ekonomi negaranya.

OPORTUNIS SEJATI

Orban sendiri nyatanya memang merupakan pemimpin yang seringkali berbeda dengan pandangan negara Eropa lainnya. Pemimpin 59 tahun itu memang sempat bersitegang dengan negara lainnya terkait pengungsi.

Orban, yang dikenal sebagai pemimpin sayap kanan, pernah menolak kebijakan Uni Eropa terkait pengungsi. Dalam sebuah kesempatan, ia pernah menyebut imigran Timur Tengah yang mayoritas muslim sebagai penjajah.

"Kami tidak melihat orang-orang ini sebagai pengungsi muslim. Kami melihat mereka sebagai penjajah muslim," kata Orban dalam wawancara pada 2018 lalu dengan harian Jerman Bild.

Sementara itu, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Orban dianggap merupakan tokoh yang pro terhadap pemimpin Negeri Beruang Merah itu. Ia bahkan dianggap sebagai negara yang menjadi satelit Rusia di Uni Eropa.

Dalam pandemi Covid-19, Hungaria menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Rusia meski negara Eropa lainnya belum merestuinya.

Meski begitu, beberapa analis menganggap sejauh ini Orban lebih memilih Uni Eropa setelah serangan Rusia ke Ukraina dibandingkan Kremlin.

Pemerintah pun mengumumkan bahwa Hungaria akan menyambut pengungsi Ukraina dan juga mendukung aplikasi keanggotaan Kyiv ke Uni Eropa.

"Orban adalah seorang oportunis. Dia akan mendapatkan sangat sedikit dari berpihak pada Rusia akhir-akhir ini. Dukungan masa depan dari Putin sangat tidak pasti dan mungkin tidak berakhir baik dengan pemilihnya sendiri," ujar rekan sebuah lembaga think tank, Daniel Gros.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Tiba di Rusia & Siap Kopdar Dengan Putin