
Larangan Ekspor Migor Dicabut, Harga Sawit Petani Masih Rawan

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terus menjalankan program dampak larangan ekspor minyak sawit, meski larangan ini sudah resmi dicabut, Senin (23/5).
Hal ini dilakukan guna mengantisipasi penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani, yang masih bisa terjadi meski larangan sudah dicabut.
"Kementan ambil langkah pelarangan ekspor CPO yang diperkirakan masih berpengaruh pada TBS beberapa waktu ke depan," kata SYL pada Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (23/5/2022).
Dia menjelaskan fokus kementan melindungi petani yang terpengaruh adanya kebijakan itu. Dari adanya larangan ekspor dari 26 April lalu, Kementan melakukan berbagai antisipasi melindungi harga TBS.
Mulai dari pertemuan koordinasi antar lapisan pemegang kepentingan terkait. Pihaknya juga mendukung dan mendorong pencabutan larangan sementara ekspor CPO, RBD, Palm Olein, RBD Palm Oil, dan UCO (minyak jelantah).
Hingga mendorong pemerintah daerah setingkat gubernur untuk membeli hasil kelapa sawit dari petani.
"Sementara untuk agenda temporary, mendorong pabrik kelapa sawit untuk memenuhi permentan 1/2018, usulan kebijakan DMO minyak goreng disesuaikan kebutuhan hingga perbaikan tata kelola TBS," katanya.
Sedangkan untuk agenda permanen akan dilakukan percepatan PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) untuk peningkatan produksi CPO, penguatan lembaga, melakukan monitoring hingga usulan percepatan industri hilir di sentra sawit.
Mengutip paparannya, setidaknya dari dampak larangan ekspor CPO harga TBS pekebun anjlok hingga 58% dari rata-rata RP 3.814 per kilogram menjadi Rp 1.569 per kilogram. Selain itu Pabrik Kelapa Sawit juga menolak pembelian TBS pekebun karena tangki timbun yang sudah penuh.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Impian Terpendam Pengusaha, Ngebet Ada Badan Sawit di Bawah Presiden