APBN 2023 Dirancang Tak Lagi Andalkan Utang, Caranya Gimana?

Maesaroh, CNBC Indonesia
20 May 2022 13:43
Perubahan APBN 2022, Subsidi & Bansos Naik, Target Utang Turun
Foto: Infografis/ APBN 2022/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengusulkan defisit anggaran tahun 2023 di kisaran 2,61-2,90% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Usulan defisit menyesuaikan aturan di mana defisit harus di bawa kembali ke bawah 3,0% dari PDB mulai tahun depan.

Pada tahun 2020, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengabulkan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020. Perppu tersebut mengizinkan pemerintah menetapkan defisit anggaran di atas 3,0% dari PDB untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 untuk tahun 2020-2022.

Perppu dikeluarkan karena Undang-Undang (UU) 17/2003 tentang Keuangan Negara hanya mengizinkan defisit anggaran maksimal di level 3,0% dari PDB.

"Defisit juga diarahkan kembali di bawah 3% antara 2,61% sampai dengan 2,90% PDB, dan rasio utang tetap terkendali dalam batas manageable di kisaran 40,58% sampai dengan 42,42% PDB," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2023, dalam sidang paripurna DPR hari ini, Jumat (20/5/2022).

Sri Mulyani menjelaskan pengelolaan defisit akan disertai dengan reformasi fiskal yang komprehensif dari sisi pendapatan, perbaikan belanja  dan mendorong pembiayaan produktif.

Pendapatan negara tahun 2023 diharapkan mencapai 11,19%- 11,70% PDB sementara belanja negara mencapai 13,80%-14,60% PDB.

Sebagai catatan, pemerintah sudah memiliki sejumlah senjata untuk memperbaiki penerimaan perpajakan sekaligus membiayai defisit. Salah satunya adalah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Aturan ini di antaranya mengatur perubahan ketentuan tarif Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta program pengungkapan sukarela atau tax amnesty jilid II.

Selain kenaikan tarif PPN secara bertahap menjadi 12% pada 2025, UU tersebut menambahkan satu golongan tarif penghasilan kena pajak bagi WP orang pribadi dalam negeri, yakni penghasilan di atas Rp 5 miliar berlaku tarif 35%.

Harga komoditas juga bisa berdampak positif terhadap penerimaan negara dan mengurangi defisit APBN. Sebagaimana diketahui perang Rusia-Ukraina membuat harga komoditas melambung, mulai dari batu bara, minyak kelapa sawit, tembaga, hingga minyak mentah.

Pada tahun ini saja, pemerintah memperkirakan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp 420 triliun karena kenaikan harga komoditas. Pada tahun 2021, kenaikan harga komoditas juga membuat penerimaan perpajakan mencapai 100% lebih. Pencapaian 100% adalah yang pertama sejak 2008.

"Kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan," imbuh Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan kebijakan perpajakan akan ditempuh dengan menjaga efektivitas reformasi perpajakan (UU HPP), mendorong agar sistem perpajakan lebih sehat dan adil sehingga dapat mendorong perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Melalui implementasi UU HPP yang efektif, rasio perpajakan akan meningkat. Sementara itu, optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga dilakukan dengan peningkatan inovasi layanan, dan reformasi pengelolaan aset.

Dalam mengelola defisit, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mengupayakan penyerapan belanja yang lebih baik.

"(Pemerintah akan) meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja, serta terus mendorong pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif," tutur Sri Mulyani.

Kebijakan belanja negara tidak hanya akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga untuk melakukan pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, serta peningkatan daya beli masyarakat. Belanja negara salah satunya akan difokuskan pada percepatan pembangunan infrastruktur.

Untuk mengelola defisit, pemerintah juga akan melakukan pembiayaan secara hati-hati. Terlebih, mulai tahun depan, peran Bank Indonesia sebagai standby buyer sudah tidak ada lagi. Sri Mulyani juga menegaskan pemerintah akan menjaga rasio utang dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif.

Sebagai catatan, rasio utang pemerintah melonjak setelah pandemi Covid-19. Bila pada akhir 2019, rasio utang masih tercatat sekitar 30% dari PDB maka angkanya melonjak menjadi 41% dari PDB di akhir 2021.

Sri Mulyani mengakui perekonomian tahun depan masih penuh tantangan. Tantangan datang dari lonjakan inflasi global, konflik geopolitik, dan percepatan pengetatan kebijakan moneter global, khususnya di Amerika Serikat (AS). Lonjakan inflasi yang tinggi bisa memicu risiko stagflasi, yaitu fenomena inflasi tinggi dan terjadinya resesi seperti yang 7 pernah terjadi di Amerika Serikat pada periode awal 1980-an dan 1990-an.

"Perang Rusia - Ukraina telah menyebabkan disrupsi sisi produksi/supply yang sangat besar, sehingga mendorong kenaikan ekstrem tinggi harga-harga komoditas global," tutur Sri Mulyani.

Di bulan Maret atau April tahun ini, mayoritas negara di seluruh dunia pada tahun ini mencatatkan rekor inflasi. Tidak hanya negara berkembang, negara maju juga didera inflasi tinggi.

Amerika Serikat (AS) misalnya, mencatat inflasi 8,3% (year on year/YoY) di bulan April. Inflasi tersebut memang lebih rendah dibandingkan Maret lalu yakni 8,5% tetapi angkanya masih dalam level tertinggi selama 40 tahun terakhir. Inggris mencatatkan inflasi 7% di bulan Maret 2022, yang merupakan rekor tertinggi sejak 1992 atau 30 tahun terakhir. 

Inflasi di Jerman melaju kencang ke level 7,4% di April 2022. Negara berjuluk Fatherland tersebut belum pernah mencatatkan inflasi di level 7,4% sejak bersatu pada Oktober 1990. Jika dirunut sebelum bersatu, inflasi 7,4% pada April adalah yang tertinggi sejak 1949 atau saat negara tersebut masih belum pulih dari kejatuhan di Perang Dunia II.

Inflasi Indonesia di bulan April sudah meroket ke kisaran 0,95% (month to month /MTM). Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Januari 2017 atau dalam lima tahun terakhir. Secara tahunan, inflasi Indonesia di April menyentuh 3,47% yang menjadi rekor tertinggi sejak Agustus 2019.


Sejumlah tantangan besar tersebut membuat sejumlah lembaga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Dalam World Economic Outlook April, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan melambatnya pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 pada tingkat 3,6%, lebih rendah 0,8% dibandingkan proyeksi awal.

"Perubahan risiko global ini harus menjadi fokus perhatian dan harus kita kelola secara tepat langkah dan tepat waktu, hati-hati dan efektif. Pilihan kebijakan menjadi sangat sensitif dan tidak mudah," imbuh Sri Mulyani.

Dia juga mengingatkan pandemi Covid-19 belum selesai sehingga masih diperlukan upaya untuk menangani secara bersama-sama. Belum selesainya pemulihan ekonomi juga masih mengancam pemulihan ekonomi.

Pemerintah sendiri mengusulkan pertumbuhan ekonomi ada di kisaran 5,3%-5,9% untuk tahun depan. Sementara itu, untuk 2023,  inflasi diusulkan 2,0%- 4,0%; nilai tukar Rupiah  di level Rp14.300-14.800 per US$ dan tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34% - 9,16%.

Harga minyak mentah Indonesia diusulkan ada di kisaran US$ 80 - 100 per barel, lifting minyak bumi 619  - 680 ribu barel per hari dan lifting gas 1,02 juta-1,11 juta barel setara minyak per hari.


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Lapor ke DPR: APBN Semester I-2024 Tekor Rp77,3 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular