
(Seandainya) Jokowi Buka Lagi Keran Ekspor Kisruh CPO Mereda?

Presiden Jokowi memerintahkan pelarangan ekspor CPO dan beberapa produk turunannya.
"Larangan berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah Indonesia termasuk Kawasan Berikat," kata Jokowi dalam keterangan pers disiarkan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Rabu malam (27/4/2022).
Jokowi mengatakan, pelarangan ditujukan untuk menambah pasokan di dalam negeri hingga berlimpah. Dan berjanji membuka penguncian keran ekspor jika kebutuhan negara sudah terjamin terpenuhi.
"Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, tentu saya akan mencabut larangan ekspor. Karena saya tahu negara perlu pajak, negara perlu devisa, negara perlu surplus neraca perdagangan. Tapi memenuhi kebutuhan pokok rakyat adalah prioritas yang lebih penting," tegas Jokowi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, larangan ekspor berlaku hingga minyak goreng curah tersedia di masyarakat dengan harga Rp14.000,00 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Hanya saja, harga saat ini masih jauh dari angka tersebut. Dan kini telah berhembus wacana evaluasi pelarangan ekspor CPO dan turunannya.
Pusat Informasi Pangan Strategis (PIHPS) mencatat, harga rata-rata nasional minyak goreng curah pada Selasa (17/5/2022) naik Rp50 jadi Rp19.100 per kg dibandingkan Senin (16/5/2022). Situs Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga rata-rata Jakarta naik Rp176 menjadi Rp19.205 per kg dibandingkan Senin (16/5/2022).
"Perihal harga di beberapa daerah masih belum mencapai Rp 14 ribu, mesti duduk bersama dengan pemerintah untuk memecahkan masalah ini. Sebab kalau dari suplai hulu ke hilir secara volume tidak masalah, sekarang mulai masalah karena masih adanya larangan ekspor," kata Eddy.
Solusi ke depan, lanjut dia, sebaiknya untuk masyarakat low income harus terus ada subsidi yang berkelanjutan baik saat harga CPO sedang tinggi maupun harga rendah.
"Sebaiknya minyak goreng curah subsidi digantikan dengan kemasan sederhana agar lebih mudah handling dan distribusinya. Untuk distribusi Bulog, RNI, PPI atau BUMN lain dilibatkan," ujar Eddy.
Menurut Eddy, harga minyak goreng bisa saja kembali ke posisi di tahun 2021. Namun, imbuh dia, tergantung pada suplai dan permintaan minyak nabati dunia. Apalagi, dengan kondisi global saat ini.
"Karena perang Rusia-Ukraina membuat suplai minyak biji bunga matahari berkurang drastis," ujarnya.
Sementara itu, Tungkot menambahkan, pemerintah bisa saja menekan harga minyak goreng agar bisa turun jadi Rp14.000 per liter atau ke posisi tahun 2021.
"Mudah saja kalau pemerintah mau. Cabut larangan ekspor, pasang tarif pungutan ekspor baru. Bulog beli minyak goreng sebesar 500 ribu kiloliter dari pabrik minyak goreng dan distribusikan dengan harga murah, misalnya Rp 14 ribu atau bahkan Rp 10 ribu per liter. Dana pembelian migor dimbil dari dana sawit (BPDPKS)," katanya.
Langkah itu, imbuh dia, sangat memungkinkan ditempuh. Dimana tahun lalu dari ekspor sawit pemerintah mendapat Rp71 triliun pungutan ekspor ditambah Rp85 triliun bea keluar ekspor sawit.
"Kalau tak mau ya pemerintah jangan buat target harga minyak goreng Rp 14 ribu. Tidak fair semua dibebankan petani sawit. Toh yang bayar juga industri sawit melalui bea keluar dan pungutan ekspor," kata Tungkot.
(dce/dce)[Gambas:Video CNBC]
