Seberapa Siap RI Jika PLTU Batu Bara 'Kiamat'?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
17 May 2022 12:05
pltu batang
Foto: Ist adaro.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia saat ini masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Untuk jangka panjang, beberapa pemimpin di dunia teka terkecuali Indonesia sepakat untuk memangkas emisi rumah kaca (ERK), salah satunya dengan mengurangi konsumsi komoditas emas hitam ini.

Lantas sebagai salah satu negara penghasil batu bara terbesar dunia, seberapa siap jika Indonesia harus kehilangan ceruk pasar batu bara global?

Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo menilai bahwa importir terbesar batu bara RI saat ini adalah China dan India. Komitmen China jelas akan memperbesar kebutuhan batu bara sampai 4,3 miliar di 2025/2026, demikian juga dengan India hingga 1,08 miliar.

Ke dua negara ini sebenarnya memiliki cadangan batu bara yang jauh lebih besar daripada Indonesia dan memiliki komitmen untuk meningkatkan produksi batu bara yang sangat kuat. Meski begitu, kedua negara tersebut juga memiliki komitmen kuat terhadap upaya pemangkasan emisi karbon (carbon emission).

Selain itu, penurunan serapan batu bara di dalam negeri akibat langkah phase down yang akan dilakukan PLN juga cukup menjadi perhatian tersendiri. Pasalnya, jika melihat rencana phase down Indonesia yang akan dimulai pada 2030 dan berakhir di 2055, hal itu akan berdampak pada penurunan serapan batu bara di dalam negeri sebesar 190 juta ton sampai 2055.

"Melihat penyerapan batu bara melalui Peningkatan Nilai Tambah (PNT) jelas tidak akan menggantikan hilangnya potensi ekspor dan juga penurunan akibat phase-down PLTU batu bara. Dari rencana kewajiban dalam IUPK, di tahun 2030 baru akan menyerap sekitar 36 juta ton untuk proyek DME dan lain-lain," kata dia kepada CNBC belum lama ini.

Oleh sebab itu, dengan kondisi yang akan dihadapi ke depan maka Singgih berpandangan bahwa pemerintah harus melakukan berbagai langkah strategi ke depan. Beberapa di antaranya yakni:

Pertama, Kementerian ESDM segera memetakan penurunan yang terjadi oleh China dan India ke depan, minimal sampai 2025/2026.

Kedua, Segera memetakan total produksi nasional batu bara sampai 2025/2026, bahkan jika perlu Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan tambang yang saat ini dalam 1 tahunan, diupayakan dalam 5 tahun.

"Berat memang, namun harus dicoba agar kepastian perusahaan dalam produksi dan investasi menjadi jelas. Ini bukan saja untuk tujuan bisnis dan penerimaan devisa, namun justru terpenting terkait untuk menghindari rusaknya lingkungan tambang yang bisa saja berhenti di saat peta produksi tidak dipetakan secara jelas," katanya.

Ketiga, Tata kelola tambang batu bara harus diperbaiki terus, sekaligus besarnya di setiap zonasi tambang atas potensi ekspor dan domestik lebih diperjelas. Dengan demikian dapat menjadi pijakan Kementerian ESDM dalam membuat besarnya rencana produksi dan RKAB untuk 5 tahun ke depan.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sah! Pembangunan PLTU Batu Bara 'Baru' Resmi Dilarang di RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular