Semarak Kendaraan Listrik, Apa Kabar Konversi BBM ke Gas?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
10 May 2022 15:15
Infografis : Mobil Listrik dan BBG Bisa Jalan Bareng Kok...
Foto: Infografis/Mobil Listrik dan BBG Bisa Jalan Bareng Kok.../Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia sedang gencar menggenjot pengembangan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau mobil listrik. Seperti kebanyakan di negara-negara lainnya, pengembangan kendaraan listrik sebagai upaya menekan emisi karbon dari sisa pembakaran kendaraan berbahan bakar minyak (BBM).

Namun yang harus disadari, jauh sebelum gembar-gembor kendaraan listrik muncul di Indonesia, pemerintah memiliki program konversi kendaraan BBM ke bahan bakar gas (BBG). Program ini juga ditujukan sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada impor BBM.

Pasalnya, ketersediaan pasokan gas domestik cukup melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal. Lantas bagaimana perkembangan mengenai program konversi ini?

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pihaknya saat ini tengah mengupayakan proyek percontohan (Pilot Project) untuk program konversi ini di Kota Semarang. Namun ia tak menjelaskan secara detail proyek percontohan tersebut untuk skala transportasi apa.

"Kami sedang mengupayakan percontohan (pilot) untuk Kota Semarang," kata dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/2022).

Lebih lanjut, Tutuka menjelaskan bahwa kerja sama ini telah dibangun dengan Pemerintah daerah setempat. Kerja sama dengan pemda menurutnya cukup konstruktif untuk pengembangan program konversi BBM ke BBG.

"Direncanakan dapat dilaksanakan dalam beberapa bulan ini," katanya.

Pada awal tahun, sebenarnya Tutuka sempat memberikan sinyal bahwa program konversi ke BBG untuk skala mobil tak akan dilanjutkan. Namun, kemungkinan program konversi akan dilanjutkan untuk armada besar seperti truk dan kendaraan komersial lainnya.

"Kita tidak mulai dengan mobil karena ke depan mobil dan motor akan beralih ke kendaraan listrik. Mobil listrik akan berkembang tetapi belum tentu untuk kendaraan besar karena itu butuh baterai, juga komersialitas," ujarnya dalam konferensi pers (19/1/2022).

Program konversi ke BBG ini sebenarnya sudah digaungkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, pada periode Menteri ESDM dijabat oleh Jero Wacik pada 2013 lalu, dia ingin membuktikan bahwa program konversi BBM ke Bahan Bakar Gas ini bukan hanya 'omdo' atau sekedar wacana.

"Di Komisi VII kalau kami rapat kerja dulu pada awal-awal saya menjadi Menteri ESDM, selalu dikatakan bahwa Pemerintah kita mau menggunakan gas ini "omdo", omong doang, tidak kerja-kerja, merah kuping saya waktu baru jadi Menteri ESDM," ujar Menteri ESDM, Jero Wacik mengawali sambutannya di acara peresmian SPBG perdana milik PT PGN (Persero) di Bekasi, Selasa (24/12/2013), seperti dikutip dari situs Ditjen Migas Kementerian ESDM.

Ia pun lantas tak ingin dicap sebagai Menteri yang hanya omong doang. Oleh sebab itu, ia ingin menunjukkan bahwa program ini dapat terealisasi. Namun sayang, hingga saat ini program konversi BBG belum ada kejelasan.

Untuk diketahui, Dalam Grand Strategi Energi Nasional hingga 2030, pemerintah memproyeksikan kebutuhan BBM pada 2030 mencapai sebesar 1,55 juta barel minyak per hari (bph), meningkat dari proyeksi kebutuhan BBM di 2025 sebesar 1,36 juta bph dan 1,12 juta bph pada 2020.

Sementara itu, pemerintah menargetkan pada 2030 tak ada lagi impor BBM, terutama bensin, meski pada 2025 diperkirakan masih ada impor bensin sekitar 210 ribu bph dan pada 2020 sekitar 381 ribu bph.

Berbagai upaya direncanakan untuk mengurangi impor BBM ini. Selain dengan menambah kapasitas kilang, menggalakkan mobil listrik atau program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), pemerintah juga berencana menggalakkan kembali bahan bakar gas (BBG).

BBG ditargetkan akan dimanfaatkan untuk 440 ribu kendaraan dan 257 unit kapal pada 2030 mendatang. Untuk itu, sekitar 112 ribu barel setara minyak per hari (boepd) BBG diharapkan bisa dikonsumsi pada 2030 mendatang, sehingga bisa mengurangi impor bensin.

Penggunaan BBG ditargetkan terus meningkat. Pasalnya, di 2020 penggunaan BBG diperkirakan masih sangat rendah, yakni baru setara 10 boepd, tapi pada 2025 ditargetkan meningkat menjadi setara 48 ribu boepd.

Namun, dalam mencapai target ini juga disebutkan bahwa masih diperlukan insentif untuk penyesuaian harga BBG. Hal ini juga sempat diungkapkan Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Migas Nanang Untung.

Pada Desember 2020 lalu, Nanang mengatakan, pemerintah akan memperluas penggunaan gas di sektor transportasi yakni kendaraan berbasis bahan bakar gas (BBG). Untuk mendorong konsumsi BBG ini, menurutnya harga gas untuk BBG ini akan disesuaikan dan pemerintah akan memberikan insentif fiskal.

Selain itu, infrastruktur akan diintegrasikan antara proyek LNG, CNG dan pipa gas. Begitu juga dengan regulasi teknis dan regional menurutnya juga harus dijalankan sehingga bisa mencapai target serapan gas untuk sektor transportasi ini.

"Banyak manfaat dari penggunaan gas untuk transportasi seperti mengurangi impor BBM, mengurangi subsidi, dan mengurangi polusi udara," ujarnya.

Namun, dia mengakui meningkatkan konsumsi gas di sektor transportasi di Tanah Air bukanlah perkara mudah.

"Kami coba beberapa kali dan saat ini tidak ada cukup dorongan. Sekarang akan kondisikan untuk launch (meluncurkan) BBG. Ini demi kepentingan nasional di mana kita ada akses yang dulu sulit didapatkan," ujarnya dalam acara "2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas" secara virtual, Kamis (03/12/2020).

Dengan mendorong konsumsi gas di sektor transportasi, maka menurutnya ini akan berdampak pada pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, penggunaan gas bisa menekan polusi udara dan menekan subsidi.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular