Gak Main-Main, Bukti Nyata RI Kipas-Kipas Duit dari Batu Bara

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
10 May 2022 14:50
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga komoditas tambang, terutama dari sisi batu bara telah berpengaruh signifikan terhadap besaran penerimaan negara. Hingga awal Mei 2022 ini tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batu bara telah mencapai Rp 40,42 triliun.

Baru empat bulan berjalan, namun jumlah tersebut telah mencapai 95,41% dari target penerimaan negara setahun penuh yang ditetapkan sebesar Rp 42,37 triliun.

Hal tersebut berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dikutip Selasa (10/05/2022).

"Dari rencana penerimaan negara Rp 42,37 triliun di 2022, realisasi mencapai Rp 40,42 triliun atau 95,41%," bunyi data MODI tersebut, Selasa (10/05/2022).

Adapun sumber penerimaan negara terbesar berasal dari royalti yakni mencapai Rp 20,5 triliun, lalu disusul penjualan hasil tambang Rp 15,2 triliun. Kemudian, ada dari deadrent sebesar Rp 0,55 triliun, dan pendapatan lain-lain Rp 4,17 triliun.

Penerimaan negara dari pertambangan mineral dan batu bara ini biasanya didominasi dari batu bara. Kementerian ESDM sempat menyebut bahwa sekitar 70%-80% penerimaan negara sektor pertambangan ini berasal dari batu bara, dan sisanya dari komoditas mineral.

Jumlah ini diperkirakan masih akan terus meningkat terutama bila data tersebut diperbarui lagi.

Dari sisi produksi, produksi batu bara hingga awal Mei ini tercatat sebesar 196,71 juta ton atau 29,67% dari target produksi tahun 2022 ini sebesar 663 juta ton.

Seperti diketahui, harga batu bara masih bertahan di posisi atas, terutama sejak serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu. Pada 7 maret 2022 bahkan sempat menyentuh US$ 435 per ton, melonjak dari akhir Desember 2021 yang berada di kisaran US$ 150-an per ton.

Pada perdagangan Senin (09/05/2022), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak Juni ditutup di level US$ 353,50 per ton.

Berikut rincian penerimaan negara selama Januari-awal Mei 2022 yang sudah tercatat per 10 Mei 2022:

Januari:
- Deadrent: Rp 0,39 triliun
- Royalti: Rp 2,84 triliun
- Penjualan hasil tambang: Rp 1,71 triliun
- Pendapatan lain-lain: Rp 0,02 triliun.

Februari:
- Deadrent: Rp 0,04 triliun
- Royalti: Rp 3,82 triliun
- Penjualan hasil tambang: Rp 2,74 triliun
- Pendapatan lain-lain: Rp 0,01 triliun.

Maret:
- Deadrent: Rp 0,07 triliun
- Royalti: Rp 6,26 triliun
- Penjualan hasil tambang: Rp 4,12 triliun
- Pendapatan lain-lain: Rp 1,24 triliun.

April:
- Deadrent: Rp 0,05 triliun
- Royalti: Rp 7,58 triliun
- Penjualan hasil tambang: Rp 6,63 triliun
- Pendapatan lain-lain: Rp 1,3 triliun.

Mei (Hingga 10 Mei 2022):
- Deadrent: -
- Royalti: -
- Penjualan hasil tambang: -
- Pendapatan lain-lain: Rp 1,6 triliun.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kantong Bos Batu Bara Makin Tebal, Ekspor Meroket!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular