
Suram! Segini Kerugian McDonald's Setelah Keluar dari Rusia

Jakarta, CNBC Indonesia - Invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina mengakibatkan banyak perusahaan keluar dari negara beruang merah tersebut, seperti McDonald's. Perusahaan cepat saji yang terkenal dengan menu hamburger dan maskot badut Ronald ini resmi melakukan penutupan gerai di pasar Rusia.
Namun, ada biaya yang harus ditanggung McD akibat kebijakan itu, yakni kerugian yang sangat besar. Tercatat, biaya yang dikeluarkan akibat penutupan gerai di pasar Rusia pada kuartal pertama tahun ini mencapai US$ 127 juta atau setara dengan Rp 1,82 triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$).
Adapun biaya yang dialami berasal dari pembayaran gaji staf yang berkelanjutan dan inventaris yang tidak terjual. Angka tersebut 2,5 kali lebih banyak dari yang diharapkan.
Menurut laporan perusahaan untuk kuartal pertama tahun 2022, anggaran sebanyak US$ 27 juta habis untuk pembayaran sewa, gaji karyawan outlet yang tutup sementara, serta pembayaran kepada pemasok. Sedangkan nilai inventori makanan yang tidak terjual mencapai US$ 100 juta.
Secara total, menurut hasil kuartal pertama, laba rantai makanan cepat saji Amerika turun 28% dibandingkan awal tahun lalu. Dalam laporan keuangannya, McDonald's melaporkan kinerja laba yang tertekan 28% selama kuartal pertama tahun ini menjadi US$ 1,1 miliar, dengan total penjualan mencapai US$ 5,7 miliar.
McDonald's melaporkan laba dasar sebesar US$ 2,28 per saham, setelah disesuaikan dengan penutupan pasar Rusia dan potensi penyelesaian masalah pajak internasional, sedikit di atas ekspektasi analis sebesar $2,17 per saham.
McDonald's mengatakan masih akan menutup restorannya di Rusia dan memperkirakan konflik militer akan merusak penjualan dan keuntungan rantai apabila terus berlanjut. Total biaya tambahan yang melayang akibat perang diperkirakan sekitar US$ 50 juta per bulan.
Perusahaan tersebut memiliki dan mengoperasikan 84% restorannya di Rusia, dengan sisanya dijalankan oleh pemegang waralaba. McDonald's juga memiliki 108 restoran di Ukraina, yang ditutup pada akhir Februari, ungkap perusahaan itu.
(Eqqi Syahputra/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! Penyebab Putin Ancam Kerahkan Rudal Nuklir ke Eropa