
Harga Minyak Goreng Mulai Turun, Dipicu Larangan Ekspor CPO?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak goreng kemasan mulai turun di gerai ritel modern. Ketersedian minyak goreng kemasan berbagai merek juga melimpah, berjejer pada rak supermarket hingga minimarket.
Mengutip pantauan detikcom dari beberapa gerai ritel modern di daerah terpantau harga mulai turun. Salah satunya di wilayah Kabupaten Cirebon, seperti yang dilaporkan akhir pekan lalu.
Di salah satu gerai ritel modern, Robinson Ramayana Cirebon, terlihat ada papan yang menggantung bertuliskan harga miring hingga diskon hampir Rp 6.000. Contohnya minyak goreng merek Fortune 2 liter, harganya kini menjadi Rp 46.900 dari Rp 52.300.
Selain itu minyak goreng Sunco pouch dua liter Rp 52.200 dari harga Rp 52.500. Minyak goreng Bimoli pouch dua liter, dari Rp 50.200 menjadi Rp 49.500.
Minyak goreng Tropical botol satu dan dua liter juga turun harga. Untuk satu liter Rp 25.500, dari sebelumnya Rp 25.700. Sementara ukuran dua liter Rp 48.900, turun dari Rp 50.700.
Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor CPO dan komoditas lain sebagai bahan baku minyak goreng, harga jual minyak nabati ini berangsur mulai turun.
Sebagai informasi, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng sudah berlaku sejak 28 April 2022. Cakupan larangan itu adalah minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), RPO, RBD Palm Olein, POME, dan Used Cooking Oil. Kebijakan ini bertujuan menekan harga minyak goreng dalam negeri.
Menanggapi penurunan harga minyak goreng, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai sebagai strategi masing-masing ritel.
"Harga turun tersebut berbeda, karena program dari masing-masing ritel. Hal tersebut untuk menarik minat masyarakat berbelanja di ritel tersebut. Karena minyak goreng dapat menjadi magnet penarik pelanggan saat ini. Jadi, mereka akan memberikan diskon minyak goreng, untuk menarik pelanggan. Kemudian pelanggan diharapkan berbelanja selain minyak goreng untuk meningkatkan pendapatan pemain ritel, " kata Nailul, kepada detikcom, Minggu (1/5/2022).
Selain itu, menurut Nailul turunnya harga minyak goreng tersebut, hanya bagian dari promosi menjelang Lebaran. Sedangkan, untuk melihat efek kebijakan pemerintah itu, perlu dilihat dari periode yang cukup.
"Kalau saat ini, saya rasa hanya bagian dari promosi menjelang lebaran. Belum terlihat efek larangan ekspor crude palm oil (CPO) dari pemerintah. Jika ingin mengecek apakah ada efek dari kebijakan pemerintah, perlu periode yang cukup. Coba sebulan nanti, apakah ada penurunan harga apa tidak dan penurunan tersebut bukan berasal dari diskon," jelasnya.
Sementara itu, Corporate Affairs Director Alfamart, Solihin mengungkapkan itu hanyalah kerja sama antara principal minyak goreng dan juga para produsen maupun peritel.
"Ritel itu tentunya masing-masing punya program di waktu tertentu. Itu nggak berlaku di semua gerai ritel juga kok. Harga itu kan, ditentukan oleh demand dan supply. Itu bentuk strategi kerja sama antara principal dan produsen. Kalau demand-nya banyak, otomatis akan ada persaingan harga. Namanya orang dagang, stok banyak nanti kalau nggak ada yang beli mungkin bakalan bisa kedaluwarsa. Nah, jadi masing-masing merek kan pastinya ingin dibeli masyarakat," kata Solihin.
Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendi juga mengatakan, masih terlalu dini untuk melihat efek kebijakan baru pemerintah itu.
"Masih terlalu dini mengatakan penurunan di satu titik, untuk menunjukkan adanya dampak dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Apalagi jika mengacu pada perkembangan harga nasional, dari kebijakan pelarangan ekspor belum terlihat karena harga untuk beberapa komoditas minyak goreng masih berada kisaran harga yang relatif tinggi," ujar Yusuf.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suhu Panas Cengkram RI, Awas Harga Minyak Goreng Ngamuk