Fenomena 'Resesi Seks' di Banyak Negara, Indonesia Aman?

Lalu Rahadian, CNBC Indonesia
29 April 2022 12:20
Antrean warga untuk tes covid di Beijing, China. (REUTERS/CARLOS GARCIA RAWLINS)
Foto: Antrean warga untuk tes covid di Beijing, China. (REUTERS/CARLOS GARCIA RAWLINS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gairah pasangan untuk melakukan hubungan seksual di beberapa negara dilaporkan mengalami tren penurunan. Fenomena ini kerap disebut dengan istilah 'resesi seks'. Lantas, apakah hal ini terjadi di Indonesia?

Istilah 'resesi seks' secara spesifik mengacu pada turunnya mood pasangan melakukan hubungan seksual, menikah dan punya anak. Pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu biang keladi yang mengganggu rencana pasangan untuk menikah dan menjadi orang tua.

Perubahan iklim (climate change) juga dikatakan memperburuk fenomena ini. Kedua 'ancaman' dunia ini makin membuat banyak orang menunda kehamilan dan mendapatkan anak.

Fenomena ini salah satunya terjadi di Amerika Serikat. Analis Jake Novak dalam hasil penelitiannya yang dimuat di CNBC International, mengatakan 'resesi seks' terjadi di kalangan milenial di rentang usia 20-an hingga menjelang 40 tahun. Menurutnya, menurunnya tingkat seks dan pernikahan mengindikasikan bahwa kaum muda ingin menunda aspek-aspek "kedewasaan" lainnya. Ini bisa berimbas ke sejumlah sektor lain di kehidupan seperti properti (membeli rumah) atau otomotif (membeli mobil).

Kehidupan ekonomi kaum muda di AS, disebut jauh lebih buruk dibandingkan anggota kelompok demografis lainnya. Sehingga hal ini turut berpengaruh dalam membuat mereka menunda pernikahan dan membangun keluarga.

Menurut data dari Survei Sosial Umum, pada 2018 ada 23% orang dewasa yang mengaku tidak melakukan hubungan seks dalam setahun. Ini adalah rekor tertinggi sepanjang masa.

China Mengikuti

'Resesi seks' juga terjadi di China sehingga membuat pemerintah memperbolehkan pasangan memiliki tiga anak sejak Mei 2021.Ini merupakan kebijakan besar di negara dengan kepadatan penduduk nomor satu di dunia itu. Selama ini China mengontrol ketat jumlah penduduknya dengan hanya mengizinkan satu keluarga memiliki dua anak.

Dari sensus nasional yang dilaporkan 11 Mei lalu, tingkat pertumbuhan tahunan China rata-rata adalah 0,53% selama 10 tahun terakhir. Ini turun dari tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 0,57% antara tahun 2000 dan 2010.

Angka kelahiran China terus menurun sejak 2017. Meskipun China melonggarkan "kebijakan satu anak" yang sudah disahkan selama puluhan tahun untuk mencegah krisis demografis di sana, angka tak kunjung naik.

Fenomena serupa juga terjadi di Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Ketiga negara ini mencatat adanya penurunan tingkat kesuburan dan kelahiran anak dalam beberapa tahun terakhir.

Para ahli mengidentifikasi beberapa alasan mengapa orang pada umumnya kurang berhubungan seks. Terutama, orang-orang yang menunda pernikahan.

"Waktu yang dihabiskan di luar pernikahan cenderung mengarah pada berkurangnya aktivitas seksual," kata Christine Whelan, Direktur Inisiatif Uang, Hubungan dan Kesetaraan di Sekolah Ekologi Manusia di University of Wisconsin, Madison.

"Orang-orang dalam hubungan jangka panjang yang berkomitmen memiliki lebih banyak akses ke seks dan melakukannya lebih teratur," tambahnya.

Whelan percaya peningkatan ketergantungan pada smartphone sebagai alasan terjadinya resesi seks. Ponsel pintar dianggap mengurangi keintiman antar pasangan.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waduh, 'Resesi Seks' AS Makin Parah!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular